Puisi Tentang Trimurti Pendiri Gontor Ini Menyentuh Hati, Tonton Videonya
Dalam mimpi tersebut Pak Zar dan Pak Hamid memberi saya beberapa naskah foto copian. Terserah antum mau percaya atau tidak dengan mimpi itu
Penulis: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, GONTOR - Khairul Imam, satu dari tiga penulis buku sejarah Trimurti (pendiri Pondok Modern Gontor; KH Ahmad Sahal, KH Zaenuddin Fananie, KH Imam Zarkasyi) sudah lama merasa gelisah. Jiwanya terguncang selama melalui masa-masa penulisan buku Trimurti.
Imam, alumni Gontor tahun 2000 (Laviola) mengaku bermimpi bertemu, KH Imam Zarkasyi bersama dengan putranya, Ustadz Hamid Fahmi Zarkasyi.
"Dalam mimpi tersebut Pak Zar dan Pak Hamid memberi saya beberapa naskah foto copian. Terserah antum mau percaya atau tidak dengan mimpi itu," kata Imam yang saat ini jadi Pengasuh Pesantren Tahfidz Qur'an, Ibnu Sina, di Godean, Yogyakarta.
Kegelisahan itu yang kemudian ditumpahkan Imam lewat sebuah puisi esai berjudul "Aku Mimpi Trimurti". Puisi yang menyentuh hati tersebut lalu dibacakan di depan ratusan Kyai Alumni Gontor, Alumni Gontor dan Santri Gontor yang menghadiri acara bedah buku Trimurti di Balai Pertemuan Pondok Modern, Gontor, Ponorogo, Jumat (2/9/2016).
Dalam pemaparan buku Trimurti, Imam tampil dengan gaya berbeda dari dua penulis Trimurti lainnya, Muhammad Husein Sanusi, Wiyanto Suud dan Munif Attamimi, sebagai ketua Tim Etifaq Production, tim di balik layar yang mensukseskan penulisan buku Trimurti.
Berikut Video dan Naskah Puisi tersebut:
Puisi Esai Khoirul Imam
Saat aku menyaksikan cahaya pusaramu
Kulihat di ujung sana Ibu Nyai Sudarmi melambaikan senyuman
Namun Jiwaku hanya sebesar cawan
Untuk memahami pengembaraanmu
Aku berjalan menelusuri persemaian tiga guru
Empat ruh, satu di antaranya menjadi gawang kebangkitan para pecinta ilmu
Mbah Rahmat Soekarto
kaukah itu yang menandai perjuangan adik-adikmu; Mbah sahal, Mbah Fananie, Mbah Zarkasyi
Bara zikir kalian bergemuruh dalam sukma para santrimu
Menjelma menghidupkan Gontorku
Bunyi lonceng menerobos ke masa silam
Meniti jejak keilmuan hingga ke tanah perdikan
Tegalsari tempat berseminya para begawan
Mengguncang azam yang tak pernah padam
Saat yang lain tenggelam dalam kebodohan panjang
Entah sampai kapan…
Kalian bertiga
Ya, aku tahu kalian putra bangsawan yang memilih hidup dalam kesunyian dan kemelaratan
Kalian jauhi ingar bingar kehidupan
memasuki lorong senyap kesederhanaan
Meski nasabmu bersambung sampai Kasepuhan
Cirebon asal buyutmu, dan kau tidak bangga dengan itu
Sulaiman Jamaluddin, menetaskan Arham Anom Besari, melahirkan sang kiai Santoso Anom Besari bapak Trimurti
Dan sekarang kalian sendiri yang melakukan segala perjuangan itu
Untuk menggerakkan pena-pena Tuhan di bumi
Dari ayahmu kau mengeja alif… ba… ta... sampai ya..
Kau susun kembali lalu menjelma ayat-ayat Allah dan Sunah Muhammad sang pencerah
Lantas kau lakukan apa yang telah kaupelajari terus pahami
Singgah ke Joresan kau rapal beragam matan
Dari Aqidah, Quran Hadis, Fiqih, Nahwu-Sharaf
Sampai matan Alfiyah dan Imriti
Kauhapal di luar kepala tanpa henti
Hingga aroma lisanmu mewangi
Kalian bertiga lagi mengaji sampai Josari
Dengan sepeda tua yang kau kayuh meski sedikit berbunyi
Seakan mengajakmu menari di tengah hamparan kelelahan
Seperti membayang di depanmu, seakan semerbak tanah surga menanti
Kau pelajari teladan dari kumpulan kisah-kisah berbahasa Arab dalam Qira atur Rasyidah dan Muthala’ah al-Haditsah
Mendengarkan cerita dan hikmah dari Tremas
Membabat habis oleh-oleh aksara penuh makna dari Al-Azhar peninggalan Dinasti Fathimiyah yang Syiah
Dibarui kembali oleh Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Khalifah
Tiba saatnya Mbah Sahal, mbah Fananie khusyuk mengobrak-obrik kitab di pelukan Siwalanpanji
Dari Ihya sampai Alhikam Ibnu Athaillah As-sakandari
Dan aku yakin mereka melakoni tirakat,
Pagi, Siang, Malam bertarekat keilmuan
Mbah Zarkasyi pun tak ketinggalan
Menelaah karya-karya babon bersama Umar al-Hasyimi di Madrasah Arabiyah Islamiyah di Solo
Sampai-sampai ia terdampar
menemukan keintiman bersama Mahmud Yunus di Padang Panjang.
Lalu, Surabaya menjadi saksi perjumpaan singkat bersama para ulama negeri
Kau rengkuh spirit 1926 dari jejak para kiai yang membentangkan jalan
Membuka kembali Gontor Lama yang mati suri
Untuk mencetak kader ilmu di medan rabbani
Dengan mengumandangkan: Bismillahirrahmanirahim wa bihi nastain
tiga jiwa suci bertekad menceburkan diri dalam kawah candradimuka generasi baru
Gontorku kini hidup kembali
Tiga pahlawan "jalan lain".
Mereka tidak angkat senjata, tapi menggoreskan pena.
Tidak berteriak "Allahu Akbar" dan berjihad di medan perang, tapi mengajak para santri berjuang di jalan keilmuan.
Mereka tidak asyik masyuk dalam zikir panjang, tapi istiqamah mengajar-belajar menjadi darah daging tarekat kehidupan.
Mbah Sahal, Mbah Nanie, Mbah Zar, yang melebur menjadi Trimurti
Mereka hanya mengajakmu, hai guru-guru manja di zamanmu.
Lihatlah, tengoklah kembali buku catatanmu
Maknailah kembali pengabdianmu mencerdaskan anak-anak bangsa menggapai ilmu lillah...
Jangan bangga dengan capaianmu
Jangan mengeluh dengan berbagai rintangan.
Berjasalah, tapi jangan minta jasa
Yakinlah, Allah selalu mencatat amal baikmu
Gontor, 2 September 2016