Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Sekretaris MA Diduga Minta Rp 3 Miliar kepada Lippo Group untuk Gelar Turnamen Tenis

Nurhadi diduga meminta uang sebesar Rp 3 miliar kepada Lippo Group, terkait pengurusan sejumlah perkara hukum yang dihadapi beberapa perusahaan

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Mantan Sekretaris MA Diduga Minta Rp 3 Miliar kepada Lippo Group untuk Gelar Turnamen Tenis
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi menjadi saksi sidang kasus dugaan suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/8/2016). Dalam sidang lanjutan tersebut Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan tiga orang saksi yang salah satunya yaitu Nurhadi. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diduga meminta uang sebesar Rp 3 miliar kepada Lippo Group, terkait pengurusan sejumlah perkara hukum yang dihadapi beberapa perusahaan di bawah salah satu konglomerasi besar tersebut.

Diduga, uang tersebut akan digunakan untuk biaya menggelar turnamen tenis se-Indonesia.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa Edy Nasution, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9/2016).

Awalnya, Lippo Group melalui PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) menghadapi persoalan hukum terkait permohonan eksekusi tanah oleh ahli waris berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 232/1937  tanggal 12 Juli 1940 atas tanah yang berlokasi di Tangerang. '

Adapun, tanah yang berlokasi di Tangerang tersebut adalah milik ahli waris Tan Hok Tjioe. Namun, saat ini tanah tersebut dikuasai oleh PT JBC, dan telah dijadikan lapangan golf Gading Raya Serpong.

Selanjutnya, Mahkamah Agung mengeluarkan petunjuk bahwa permohonan eksekusi tanah tersebut diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sementara pelaksanaan dilakukan oleh PN Tangerang.

Mengetahui adanya permohonan eksekusi, Eddy Sindoro selaku Presiden Direktur Lippo Group dan Direktur PT JBC menugaskan bagian legal Lippo Group, Wresti Kristian Hesti, untuk melakukan pengurusan perkara.

Berita Rekomendasi

Menindaklanjuti hal tersebut, Hesti kemudian menemui panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution untuk meminta pembatalan permohonan eksekusi tanah yang telah dikuasai PT JBC.

Namun, setelah beberapa lama, Edy tidak juga melakukan tindak lanjut, sehingga Hesti meminta Eddy Sindoro untuk membuat memo kepada promotor, yakni Nurhadi.

Setelah itu, Edy menghubungi Hesti dan menyampaikan kesediaan untuk membantu mengurus perkara.

"Edy menyampaikan bahwa dalam rangka pengurusan penolakan permohonan eksekusi, atas arahan Nurhadi, agar disediakan uang sebesar Rp 3 miliar," ujar Jaksa KPK Tito Jaelani saat membacakan surat dakwaan Edy Nasution.

Meski demikian, Eddy Sindoro menyampaikan kepada Hesti bahwa Lippo Group hanya bersedia membayar Rp 1 miliar.

Hesti kemudian menyampaikan hal itu kepada Edy di PN Jakarta Pusat.

Namun, Edy mengatakan bahwa sesuai arahan Nurhadi yang sering disebut WU, uang tersebut akan digunakan untuk menggelar pertandingan tenis. Akhirnya, Edy menurunkan permintaan menjadi Rp 2 miliar.

Hesti kemudian berbicara kepada Eddy Sindoro mengenai permintaan Edy.

Hesti menyampaikan bahwa permintaan Edy tersebut sesuai dengan permintaan dan persetujuan Nurhadi.

"Terhadap permintaan tersebut, Eddy akhirnya hanya menyanggupi memberikan uang sebesar Rp 1,5 miliar," kata Jaksa KPK.

Pemberian uang kepada Edy dilakukan oleh pegawai Lippo Group yang juga sebagai asisten Eddy Sindoro, yakni Doddy Aryanto Supeno. Penyerahan uang dilakukan di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, pada 26 Oktober 2015.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas