Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengacara: Kalau Stok Gula Kurang Irman Telepon Bulog, Nggak Mungkin Telepon Dirut Telkom

Menurut Singh, komunikasi itu hanya mempertanyakan kekurangan gula yang terjadi di Sumatera Barat, tempat daerah pemilihan Irman.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengacara: Kalau Stok Gula Kurang Irman Telepon Bulog, Nggak Mungkin Telepon Dirut Telkom
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua DPD RI Irman Gusman keluar dari gedung KPK Jakarta menuju ke mobil tahanan KPK usai diperiksa, Sabtu (17/9/2016). Irman Gusman ditahan KPK bersama tiga orang lainnya setelah terkena OTT terkait dugaan suap kebijakan kuota gula impor tersebut KPK juga mengamanakan lima orang dan uang sebesar Rp 100 juta.. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tommy Singh, pengacara mantan Ketua DPD Irman Gusman, menilai wajar komunikasi kliennya dengan Direktur Utama Perum Badan Usaha Logistik Djarot Kusumayakti.

Menurut Tommy, komunikasi itu hanya mempertanyakan kekurangan gula yang terjadi di Sumatera Barat, tempat daerah pemilihan Irman.

"Boleh dong. Kalau gula kurang dia (Irman) telepon Djarot, Bulog, enggak mungkin dirut Telkom kan?" kata Tommy kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2016).

Tommy menjelaskan, saat mengunjungi Sumatera Barat menjelang Idul Fitri 2016, Irman menemukan harga gula yang mahal di pasar.

Harganya mencapai Rp16.000 per kilogram. Padahal, harga eceran tertinggi hanya Rp14.000/kg.

Atas dasar tersebut, Irman pun berinisiatif menghubungi Djarot.

Tindaklanjut yang dilakukan Bulog, 1.000 ton gula dikirim untuk menurunkan harga.

Tommy membantah kliennya ingin memperdagangkan pengaruhnya selaku ketua DPD dalam perkara ini.

Dia mengklaim, Irman justru berusaha menjalankan program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan pangan.

BERITA TERKAIT

"Itu diatur Perpres Nomor 48 Tahun 2016 (Tentang Penugasan Perum Bulog) dikeluarkan menjelang Ramadan. Kan memang program pemerintah. Kan Pak Dirut Bulog juga bilang enggak ada yang dijual, apa yang dijual? Bulog kan otoritas mengurus distribusi gula," katanya.

Diberitakan, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Ketiganya, yakni Irman Gusman serta Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan oleh tim satgas bersama dengan barang bukti uang Rp 100 juta.

OTT itu merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal yang dilakukan oleh Xaveriandy dalam perkaradistribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat. Dari pengembangan penyelidikan kasus itu, tim penyelidik KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan Irman Gusman.

‎Adapun, dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut. Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas