Perlu Aturan Mengenai Perbantuan TNI Agar Tidak Disalahgunakan
Turunnya militer selain dalam perang menurut Honoris harus melalui keputusan politik negara.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah era Orde baru, TNI menjadi profesional karena dwifungsi ABRI dihapuskan.
Melalui Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tugas utama TNI adalah mempertahankan kedaulatan negara.
Keterlibatan TNI selain menjaga kedaulatan negara sifatnya hanya membantu.
Namun perbantuan atau istilahnya Operasi Militer Selain Perang (OMSP) tersebut perlu ada payung hukum yang mengatur.
"Yang mengaturnya tidak hanya sebatas MoU (kesepakatan) karena rawan disalahgunakan," ujar anggota Komisi 1 DPR dari Frkasi PDIP, Charles Honoris, di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (3/10/2016).
Turunnya militer selain dalam perang menurut Honoris harus melalui keputusan politik negara.
Dalam hal ini berarti keputusan presiden dengan persetujuan DPR.
Oleh karenanya dibutuhkan adanya UU Perbantuan yang mengatur rinci dan teknis operasi militer selain perang (OMSP).
"Misalnya diperbantukan untuk apa dan dalam kondisi apa. Harus ada undang-undang turunan dari UU TNI sekarang. Sehingga tidak menjadi polemik sekrang ini," ujarnya.
Kondisi sekarang banyak instansi yang meminta bantuan langsung ke TNI tanpa melalui prosedur yang seharusnya.
Hal itu dapat bermasalah dikemudian hari karena tidak ada payung hukum yang mengatur.
"Pemahaman saya itu tidak bisa harus ada persetujuan dari presiden dong. Persetujuan Presiden dan DPR sekarang yang dilangkahi," katanya.
Militer kini terjun dan diperbantukan dalam sejumlah kegiatan pemerintahan daerah.
Mulai dari penggusuran hingga pertanian. Hal itu kemudian menjadi permasalahan karena rawan disalahgunakan.
Salah satu contohnya adalah di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan.
Menurut Honoris, pada bulan Mei lalu DPRD Sulsel menyampaikan informasi adanya puluhan anggota TNI di Kabupaten Pinrang melakukan razia dan Sweeping kepada truk yang membawa beras ke kebupaten lain untuk dijual.
Dasar razia yang dilakukan TNI adalah ketahanan pangan sesuai dengan MoU dengan Kementan.
Petani diharuskan menjual berasnya ke Bulog yang harganya lebih murah.
"Ini pelanggaran dari kewenangan TNI sebagai alat pertahanan negara," katanya.