Massa Berkumpul di Depan Pengadilan Saat Sidang Perdana Praperadilan Nur Alam
Sejumlah personel dari Polda Metro Jaya diturunkan karena sejak pagi hari sebelum sidang mulai sudah tampak kerumunan massa
Penulis: Valdy Arief
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Satu kompi atau seratus personel polisi hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ketika sidang perdana praperadilan yang diajukan Gubernut Sulawesi Tenggara, Nur Alam berlangsung.
"Kami turunkan satu kompi saja untuk amankan situasi," kata seorang petugas polisi yang berjaga, Iptu John S, di lokasi sidang, Selasa (4/10/2016).
Menurut John, sejumlah personel dari Polda Metro Jaya diturunkan karena sejak pagi hari sebelum sidang mulai sudah tampak kerumunan massa di depan pengadilan.
Hingga siang hari dan sidang sudah mulai, beberapa orang yang menggunakan baju bertuliskan "Aliansi Masyarakat Sulawesi Tenggara se-Jabodetabek" di punggungnya terlihat memenuhi halaman ruko di samping lokasi.
Beberapa di antara mereka mengaku berasal dari Jakarta Utara dan Bogor. Meski mengaku tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sulawesi Tenggara se-Jabodetabek, tidak terdengar aksen Sulawesi dari mulut mereka.
Bahkan, ada yang terdengar berbicara bahasa sunda dan bahasa daerah lain dari Sumatera.
Ketika Tribun coba menanyakan sebab kedatangannya, mereka mengaku hanya ingin mendukung proses hukum agar berjalan semestinya.
"Tidak dibayar kami ke sini," sebut seorang massa tersebut yang sudah sampai sekitar 09.00 WIB. "Kalau nasi bungkus ya dikasi, kan itu biasa," sambungnya.
Satu unit mobil dengan pengeras suara ukuran besar juga tampak terparkir di depan pengadilan.
Massa baru tampak berkurang ketika hujan turun sekitar 12.30 WIB.
Sebelumnya, Nur Alam mengajukan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan 2008-2012.
Nur Alam memberikan IUP kepada PT Anugrah Harisma Barakah seluas 3.024 hektare di dua kabupaten yakni di Kecamatan Talaga, Kabupaten Buton dan Pulau Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Kuasa hukum Nur, Maqdir Ismail, mengatakan pihaknya menggugat KPK lantaran kliennya belum pernah diperiksa dan belum ada penghitungan kerugian negara.