Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny JA Jawab Kritik Atas Survei LSI

Denny JA, menjawab kritikan Ikrar Nusa Bakti (LIPI)

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Denny JA Jawab Kritik Atas Survei LSI
Warta Kota/HENRY LOPULALAN
Denny Januar Ali 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, menjawab kritikan Ikrar Nusa Bakti (LIPI), atas survei yang dilakukan lembaganya, terkait Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Menurutnya, kritik Ikrar yang menyebut temuan LSI ganjil, harus dipandang postif untuk menyempurnakan baik data ataupun konstruksinya.

"Namun point yang dikemukakan Ikrar, sejauh yang saya lihat di media online, lebih karena ketidakjelian melihat data, dan belum lengkap membaca laporan survei," kata Denny lewat pesan singkat yang diterima, Sabtu (8/10/2016).

Denny menjelaskan, terkait suara calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan suara Ahok plus Djarot Saiful Hidayat tidak sama persis di angka 31,4 persen.

"Agaknya Ikrar salah melihat teks saja. Yang sebenarnya dukungan Ahok dan Ahok plus Djarot tidak sama persis. Yang satu 31,1 persen, yang lainnya 31,4 persen. Dukungannya memang tak banyak berubah. Namun jelas angka dukungannya tidak sama persis. Ada perbedaan, namun di bawah satu persen saja," katanya.

Kedua soal pilkada bakal berlangsung dua putaran, sementara suara Anies dan Agus tak bisa dijumlah total begitu saja.

Lalu total gabungan kedua dukungan tokoh itu dianggap sudah melampau dukungan Ahok.

Berita Rekomendasi

"Tentu semua pemilih Agus tidak 100 persen memilih Anies. Begitu pula sebaliknya. Kritik ini lebih karena Ikra belum melihat data Head to Head. Di sana jelas dituliskan, pendukung Anies di putaran pertama ke Agus di putaran kedua, jika Anies tak ikut putaran kedua, 59, 1 persen, ke Ahok 8.6 persen," kata Denny.

Sebaliknya dukungan Agus ke Anies, jika Agus tak ikut putaran kedua 64,3 persen, ke Ahok 14,3 persen.

"Memang ada simulasi yg menggabungkan suara Anies dan Agus. Tapi itu bukan dalam rangka melihat putaran kedua. Itu dilakukan untuk membandingkan Ahok dengan sisa dunia (calon lain yang tersedia)," katanya.

Menurutnya, pada bulan Maret 2016, Ahok sendiri dibanding calon lain yg tersedia digabung menjadi satu (Risma, Yusril, Sandi), Ahok masih menang.

Namun di bulan Oktober 2016, Ahok sendiri dibanding calon lain yang tersedia digabung menjadi satu (Agus plus Anies), Ahok sudah kalah dua digit.

"Ini hanya untuk menggambarkan betapa Ahok sudah menemukan lawan yang berbeda," katanya.

Menanggapi kritik mengangkat isu SARA, Denny menilai hal ini agak membingungkan.

Menurutnya, padasemua survei standard memang segmen pemilih itu didetailkan berdasarkan data demografis yang layak diketahui. Tak hanya status ekonomi, tapi agama, etnis, gender, juga ditanyakan.

"Itu hal yang sudah standard dilakukan oleh lembaga survei di seluruh dunia. Ketika ditemukan ternyata pemilih terbagi atas segmentasi ekonomi, atau terbagi atas segmentasi identitas, jelaslah ini temuan yang layak dilaporkan," katanya.

Lebih lanjut kritik survei bagian dari kerja konsultan politik, atau membentuk opini karena membela klien atau sponsor, Denny menjelaskan bahwa, survei itu dilakukan pada bulan September 2016 yang dibiayai sendiri.

"Sekali lagi dibiayai sendiri. LSI selalu menyediakan CSR berupa survei yang didanai sendiri untuk isu menarik. Bahwa survei itu membentuk opini itu hal yang wajar jika temuannya meyakinkan, bagi yang teryakinkan. Tak ada yg salah dengan membentuk opini," katanya.

Namun Denny menyebutkan kritik Ikrar, tetap berguna untuk mentradisikan saling mengkritik sesama peneliti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas