Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi Blusukan kemana-mana, yang di Depan Istana Tidak Pernah Disapa

Di antara yang masih setia menanggih janji adalah sejumlah keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Penulis: Valdy Arief
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Jokowi Blusukan kemana-mana,  yang di Depan Istana Tidak Pernah Disapa
SURYA/SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Aktivis membawa poster dan payung hitam dalam Aksi Kamisan, Kamis (8/9/2016)lalu. 

 TRIBUNNES.COM, JAKARTA-Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla genap dua tahun berjalan. Dalam waktu yang sama pula jutaan rakyat Indonesia masih menunggu janji masa kampanye untuk dipenuhi.

Di antara yang masih setia menanggih janji adalah sejumlah keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Mereka tetap berdiri mengenakan baju hitam dan payung berwarna sama sembari menghadap Istana setiap Kamis sore. Salah satu yang juga menjadi perhatian adalah, menuntaskan pembunuhan terhadap pejuang HAM, almarhum Munir.

Berjuang, berusaha mencari keadilan, terus dilakukan oleh istri almarhum Munir, Suciwati.  Kini, ia memiliki kegiatan lain.

Bersama Maria Katarina Sumarsih, ibu dari korban tragedi Semanggi 1 Bernardus Realino Norma Irawan (Wawan), mereka tidak pernah absen dalam aksi tersebut.  Suciwati dan Sumarsih lalu membentuk JSKK (Jaringan Solidaritas Keluarga Korban).

Aksi Kamisan telah mereka mulai sejak Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada 18 Januari 2007. Hingga rezim kekuasaan berganti, para keluarga korban pelanggaran HAM masih berdiri setiap Kamis sore di depan kantor presiden.

Sumarsih selaku Koordinator Kamisan yang juga menjadi Presidium JSKK, menyebut dalam dua tahun Pemerintahan Jokowi, dia merasa tidak ada perkembangan serius dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Malah,  Sumarsih menyebut hambatan dalam penyampaian pendapat semakin banyak.

"Sejak presiden yang baru, depan Istana diberi kawat," kata Sumarsih di kediamannya, Meruya, Jakarta Barat, Rabu (19/10).

Berita Rekomendasi

"Kadang kami juga dilarang menggunakan TOA (pengeras suara)," sambungnya.

Bahkan, pada Agustus silam, peserta Kamisan sempat disuruh mundur lebih jauh beberapa meter dari gerbang Istana.

Mereka diminta menyampaikan pendapatnya dari Taman Pandang Istana yang letaknya semakin jauh dari lokasi awal.

"Pernah sekali diminta geser ke sana, setelah saya protes, bisa kembali ke tempat semula," ujar Sumarsih.

Selama mantan Walikota Solo itu memimpin Indonesia, JSKK sudah tiga kali mengirimkan surat permohon untuk bertemu sang kepala negara.

Namun, tidak satu kali pun mendapat tanggapan yang dianggap Sumarsih serius.

Hal tersebut sangat disayangkan para korban pelanggaran HAM yang sempat dijanjikan penyelesaian oleh Jokowi. Terlebih presiden bertubuh ramping itu terkenal senang menyapa rakyatnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas