Kinerja Legislasi DPR di Era Pemerintahan Jokowi-JK Dua Tahun Terakhir
Pada tahun 2015, kinerja DPR di pemerintahan Jokowi-JK terbilang buruk dalam hal pembuatan legislasi
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Jokowi-JK menginjak usia 2 tahun pada 20 Oktober 22016. Dalam dua tahun terakhir, pemerintah bekerjasama dengan lembaga tinggi negara untuk menjalankan program, termasuk kerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat atau merevisi perundang-undangan.
Lalu bagaimana kinerja DPR dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-JK?
Pada tahun 2015, kinerja DPR di pemerintahan Jokowi-JK terbilang buruk dalam hal pembuatan legislasi. Pada periode 2015 hanya dua Undang Undang yang disahkan yang dimana keduanya merupakan revisi terbatas.
Baca: Potret Hasil Kepemimpinan 2 Tahun Jokowi-JK
Baca: Angka Pengangguran 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Capai Titik Terendah pada 7,02 Juta Orang
Kedua UU tersebut adalah UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah. Dari segi kuantitas, jelas jumlah dua UU yang disahkan cukup sedikit dibanding dengan target Prolegnas Prioritas tahun 2015 yang sebanyak 37 RUU.
Adapun 37 RUU yang disahkan pada tahun 2015 terdiri dari 26 RUU usulan DPR, 10 RUU usulan pemerintaj dan satu RUU usulan dari DPD. Dengan hanya disahkannya dua RUU dari target 37 RUU merupakan hasil kinerja yang kurang baik oleh DPR.
Sementara itu pada tahun kedua DPR bekerja, jumlah legislasi yang disahkan menjadi UU pun cukup meningkat. Dari 50 RUU target daftar prolegnas 2016, setidaknya sebanyak 13 RUU berhasil disahkan menjadi UU.
13 RUU yang berhasil disahkan menjadi UU adalah RUU Tentang Tabungan Perumahan Rakyat, RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah RRC tentang Kerjaasama Aktivitas dalam Bidang Pertahanan, RUU tentang MoU antara Kementerian Pertahanan RI dan Kementerian Pertahanan Republik Federasi Jerman mengenai Kerjasama di bidang Pertahanan.
Selanjutnya ada RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. RUU Penyandang Disabilitas, RUU tentang Jaring Pengamanan Sistem Keuangan (PPSK), RUU tentang Pengampunan Pajak.
Lalu ada RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang.
RUU tentang Perubahan APBN Tahun Anggaran 2016, RUU tentang Paten, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016, RUU tentang Pengesahan Maritime Labour Convention 2006 dan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga telah disahkan DPR.
Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo mengakui bahwa kinerja legislasi DPR pada tahun 2015 tidak maksimal. Namun, dirinya optimis bahwa tahun 2016 ini DPR lebih banyak menghasilkan UU dibanding periode sebelumnya.
"Tahun ini ada 50 RUU masuk Prolegnas tahun 2016. Sudah selesai disahkan menjadi UU ada 13 RUU. Insya Allah tahun ini lebih baik dari periode sebelumnya," tutur Firman Soebagyo.
Menurut Politikus Partai Golkar itu, dalam pembahasan tahun ini ada beberapa RUU yang cukup alot dalam pembahasannya. Meski pada akhirnya, mayoritas fraksi menyetujui RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU.
"Ada beberapa RUU yang alot pengesahannya. Misalnya UU Tax Amnesty yang cukup alot pembahasannya," tutur Firman Soebagyo.
Firman menjelaskan, lamanya sebuah RUU disahkan menjadi UU dikarenakan belum menemukan titik temu antara pemerintah dan DPR. Baik saat pemerintah yang mengusulkan maupun DPR yang menjadi pengusul sebuah RUU.
"Dalamm pembahasan UU tentu pemerintah ada kepentingan dan DPR ada kepentingan. Maka itu harus ada titik temu," ujar Firman Soebagyo.