Masyarakat Bisa Ajukan Praperadilan Jika Kasus "Papa Minta Saham" Setya Novanto Sudah Dihentikan
Setya Novanto atau yang akrab dipanggil Setnov akhir tahun 2015 lalu terjerat kasus "Papa Minta Saham."
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, berpendapat terjadi sebuah akrobat hukum dan politik jika Setya Novanto kembali merebut kekuasaan sebagai ketua DPR.
"Ketika kita lihat sirkus kita akan tersenyum. Bagaimana kita lihat akrobatik, tapi ketika ini dipermainkan dalam konteks bernegara atau DPR, tentu senang juga lihatnya," ujar Bahrain dalam pemaparannya di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Rabu (23/11/2016).
Setya Novanto atau yang akrab dipanggil Setnov akhir tahun 2015 lalu terjerat kasus "Papa Minta Saham."
Dalam kasus tersebut, ia terekam oleh Direktur Utama PT. Freeport Indonesia saat itu, Maroef Sjamsoeddin, meminta jatah saham dengan menjual nama Presiden RI Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla.
Atas dasar kasus tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said, melaporkan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) hingga akhirnya Setnov memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi ketua DPR.
Tidak hanya itu, Kejaksaan Agung RI memutuskan untuk menindaklanjuti kasus "Papa Minta Saham" itu, dengan membuka penyelidikan.
Namun hingga kini kelanjutan kasus tersebut belum jelas.
Bahrain berharap pihak Kejaksaan mau mengumumkan kelanjutan kasus tersebut, apakah masih dilanjutkan atau sudah dihentikan penyelidikannya.
"Masyarakat pihak ke tiga boleh melakukan proses, ikut dalam proses hukum dalam konteks praperadilan," terangnya.
Setelah melepas kursi DPR pada akhir tahun 2015 lalu, Setnov sukses merebut kursi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Pada September lalu, gugatan Setnov di Mahkamah Konstitusi (MK) menang.
MK memutuskan bahwa alat bukti rekaman tidak bisa jadi alat bukti yang mengikat.
Bermodal putusan tersebut MKD akhirnya memutuskan untuk merehabilitasi nama Setnov.
Dengan modal tersebutlah Setnov berusaha kembali merebut kursi ketua DPR yang saat ini masih berada di tangan Ade Komarudin.
Hingga Setnov bisa kembali berupaya merebut kursi ketua DPR, menurut Bahrain, telah terjadi sebuah pengaturan yang besar.
"Seperti angin saja ini, bisa terasa tapi tidak terlihat," jelasnya.