Posisinya Segera Diganti Setya Novanto, Ketua DPR Akom: Saya Tidak Takut!
"Yang jelas saya kalau tidak merasa salah, saya tidak pernah takut. Saya akan menghadapi semua dengan baik.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jabatan Ketua DPR yang kini diisi Ade Komarudin digoyang.
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto berencana mengisi posisi tersebut setelah Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya bersuara bulat mendukung Novanto jadi orang nomor satu di lembaga parlemen.
Akom sapaan akrab Ade Komarudin mengaku tidak akan menyerahkan begitu saja kursi Ketua DPR kepada Novanto, ia mengaku akan memberikan perlawanan.
"Yang jelas saya kalau tidak merasa salah, saya tidak pernah takut. Saya akan menghadapi semua dengan baik, karena saya tidak merasa salah," kata Akom di Gedung DPR, Jakarta kemarin.
Ade yakin dirinya tidak bersalah terhadap tuduhan yang membuatnya dilaporkan di MKD. Dia pun memilih untuk menghadapi laporan tersebut dengan lapang dada.
Untuk diketahui selama menjabat sebagai Ketua DPR, Ade Komarudin pun tak lepas dari pengaduan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Setidaknya, tiga kali Ade dilaporkan ke MKD dengan aduan yang beragam.
Tiga laporan tersebut antara lain laporan 36 anggota Komisi VI terkait mitra kerja dengan BUMN. Laporan kedua untuk Ade adalah terkait anggota Baleg mengenai RUU Pertembakauan.
Dan ada juga masyarakat umum yang melaporkan Pak Ade Komarudin terkait tanda tangan palsu."Insya Allah saya tidak merasa salah, jadi saya akan hadapi dengan baik. Saya tidak mau menilai orang melakukan langkah. Biar kalian yang menyimpulkan," kata Akom.
Ade Komarudin alias Akom juga mengaku belum mendapatkan surat pergantian dirinya dari DPP Golkar. Meski tidak dipungkiri dirinya sudah diberitahu secara lisan oleh pengurus DPP Golkar.
"Sampai hari ini saya belum menerima surat resminya. Nanti saya lihat nanti resminya kayak gimana, saya pelajari. Kan gitu," ujarnya.
Terkait dengan hasil rapat pleno mengenai pencopotan dirinya dari kursi DPR-1, ia akan mengonsultasikan kepada para senior partai beringin. Dikatakannya, ia juga akan melakukan konsultasi kepada pihak keluarga.
"Nanti saya pelajari dengan baik. Tentu saya akan konsultasikan kepada para senior saya, kepada keluarga saya salat istigharah seperti itu," ujar Akom.
Akom mengaku tidak akan banyak berkomentar terhadap wacana pencopotan dirinya dari jabatan Ketua DPR. Menurutnya, biar publik yang menilai atas keputusan DPP Golkar terhadap dirinya.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas, Andalas Feri Amsari mengatakan, keinginan Golkar kembali menempatkan Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terlalu dipaksakan.
"Ini peristiwa aneh. Kenapa dipaksakan? Yang sudah menyatakan dirinya tidak sanggup dan mengundurkan diri, lalu meminta agar kembali, itu tidak lazim," kata Feri.
Menurut dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa dijadikan dasar Golkar mengembalikan posisi Setya. Sebab, putusan MK tidak menyebutkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Novanto.
MK menyatakan rekaman alat bukti yang sah hanya bisa dilakukan oleh penegak hukum melalui putusan MK Nomor 21/PUU-XIV/2016 terkait uji materi pasal 88 KUHP dan Pasal 15 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Uji materi tersebut diajukan oleh Novanto terkait kasus "Papa minta saham".
Meski Novanto mundur lebih dulu sebelum adanya ada putusan final Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dalam kasus itu, 15 dari 17 anggota menyatakan Novanto terbukti melakukan pelanggaran etik.
"Pilihan menggunakan putusan MK untuk bersihkan nama Novanto tidak tepat. Tidak ada hubungan putusan MK itu dengan ada atau tidaknya pelanggaran etik. MK putuskan penggunaan alat bukti, tidak disebutkan bahwa pelanggaran etik tidak dilakukan Novanto," ujar Feri.
Feri mengatakan, putusan MK berada di wilayah hukum, sedangkan putusan MKD berada di wilayah etik.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan, bahwa pihaknya sudah melakukukan komunikasi dengan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie terkait putusan rapat pleno yang mencopot Ade Komarudin dari jabatan Ketua DPR.
Meski diakuinya, komunikasi DPP Partai Golkar dengan Aburizal tidak dilakukan secara formal namun masih bersifat pembicaraan individual.
"Memang komunikasi individual sudah dilakukan. Karena Ketua Dewan Pembina ketika ke Indonesia akan minta waktu untuk menjelaskan keputusan yang sebelumnya secara internal satu dua orang sudah bicara dengannya," kata Idrus.
Idrus menuturkan, dalam kasus pencopotan Akom dari jabatan Ketua DPR, tugas Ketua Dewan Pembina Partai Golkar hanya memberikan saran dan pertimbangan. Dirinya yakin bahwa Aburizal akan memahami keputusan dari partainya tersebut.
"Kita punya keyakinan ARB ini memahami kiprah partai Golkar. ARB punya kesepahaman untuk produktivitas dan harmonis partai," tegas Idrus.