Pemerintah Punya Hak Blokir Situs Non-Pers
Salah satunya seorang tersangka yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke pengadilan agar pemberitaan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang baru direvisi, berlaku mulai Senin (28/11). Salah satu pasal pada UU ITE yang baru adalah pemerintah boleh memblokir situs-situs non-pers jika memuat data yang melanggar undang-undang.
Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RUU ITE, Henry Subiakto menjelaskan, ada empat perubahan dalam UU ITE yang baru. Pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Pasal itu menjelaskan seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, namun diangkat kembali.
Salah satunya seorang tersangka yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.
Kedua, yakni durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.
Ketiga, tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
Terakhir, yakni penambahan ayat baru dalam Pasal 40. Pada ayat tersebut, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang melanggar undang-undang.
Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya.
Jika situs yang menyediakan informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers.
Namun, bila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media (nonpers), pemerintah bisa langsung memblokirnya.
"Persetujuan DPR dengan Pemerintah untuk RUU ITE sudah dilakukan pada 27 Oktober, 30 harinya berarti hari Senin harus sudah dinomori di Sekretariat Negara," kata Henry.
"Berdasar UU No 12 tahun 2011 Pasal 73, suatu RUU disahkan melalui tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari setelah disetujui DPR dan Presiden," papar Henry.
"Kalau belum ditandatangani Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung saat disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan," imbuhnya. (tribunnews/kompas.com)