Anggota DPR: Tinjau Ulang Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership
Mercy Chriesty Barends mengatakan, saat ini banyak persoalan perdagangan dan investasi yang merugikan kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mercy Chriesty Barends mengatakan, saat ini banyak persoalan perdagangan dan investasi yang merugikan kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Dia mencontohkan, salah satu isi dari perjanjian perdagangan ini yaitu tidak mengizinkan alih teknologi. Artinya, sampai mati, Indonesia akan terus bergantung pada negara-negara maju.
"Kami menolak dengan keras bagian isi perjanjian yang tidak memungkinkan investasi tanpa alih teknologi, pemberlakuan TRIP-Plus yang menghalangi masuknya obat-obatan generik dengan harga murah dan terjangkau, dan rekrutmen tanaga kerja asing besar-besaran dalam suatu investasi dengan mengabaikan tenaga kerja lokal," kata Mercy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/12/2016).
Menurutnya, perjanjian perdagangan ini akan berdampak massive di hampir 50 persen penduduk dunia, 30 persen ekonomi dunia menguasai pasar dunia 3,4 miliar penduduk dengan total GDP 21,4 triliun dolar Amerika.
Artinya hal ini melahirkan kekhawatiran. Apalagi, negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sangat tertutup, tidak transparan dan tidak memberi ruang bagi masyarakat dan berbagai pihak terkait lainnya untuk memberi masukan demi kepentingan rakyat.
Bahkan menurutnya dari 16 putaran negosiasi hanya 3 di antaranya yang membuka ruang partisipasi publik.
"Selebihnya, tertutup," terangnya.
Mercy melihat beberapa pasal perjanjian yang berkaitan dengan barang, jasa dan investasi cenderung merugikan Indonesia.
Pasalnya, negara yang menandatangani perjanjian tidak bisa merubah atau membuat UU baru yang bertentangan dengan isi perjanjian.
"Ini artinya, negara dapat dituntut dan kehilangan ruang kebijakan publik," ungkapnya.
Bahkan kata Mercy, negara atau korposasi yang melakukan investasi di suatu negara tertentu dapat membawa tenaga kerja murah dari negara asalnya.
"Ini artinya, pasar tenaga kerja nasional akan rusak dan angka pengangguran semakin tinggi," imbuhnya.
Adapun kerugian lainnya yang bakal diderita Indonesia, adalah pemberlakuan pemotongan tarif impor.