Bahas soal Kasus Bakamla, Komandan Puspom TNI Sambangi KPK
Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dodik tiba di KPK mengenakan pakaian sipil dan tidak menjawab pertanyaan wartawan.
Sementara itu Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif menginformasi kedatangan Dodik terkait penanganan kasus suap pengadaan suap monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Iya, kami melakukan koordinasi. Dan (Komandan) Puspom melakukan koordinasi soal penanganan kasus Bakamla. Sekarang mereka lagi presentasi di atas sehingga kami mencari jalan yang paling baik menyelesaikannya," kata Syarif di kantornya.
KPK memang telah bekerja sama dengan Puspom) TNI tekait operasi tangkap tangan Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi.
Kerja sama tersebut untuk mengusut mengenai dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kasus suap pengadaan alat monitoring satelit 2016 sumber pendanaan APBN-P 2016.
Dalam penanganan tersebut, apabila ditemukan keterlibatan pihak militer, akan langsung ditangani Puspom TNI. Hal itu disebabkan TNI memiliki undang-undang sendiri dan tidak tunduk kepada UU KPK.
"Militer di peradilan militer, kami koordinasi dengan pihak POM TNI untuk menentukan langkah-langkah berikutnya kalau dalam bukti-bukti yang ada kalau ada TNI yang terlibat kami akan serahkan ke POM TNI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan jika Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan proyek tersebut adalah dari unsur TNI. PPK tersebut adalah perwira tinggi TNI Angkatan Laut yang berpangkat laksamana pertama atau bintang satu.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi. Eko berasal dari unsur Kejaksaan. Edi Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar.
Edi Susilo adalah Kuasa Pengguna Anggaran.