KPK Resmi Umumkan Eddy Sindoro Tersangka Suap Pengurusan Perkara di PN Jakarta Pusat
Eddy Sindoro sebagai tersangka kasus suap pengajuan perkara peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi resmi mengumumkan chairman PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro sebagai tersangka kasus suap pengajuan perkara peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Edi Sindoro memberikan suap kepada Edy Nasution saat menjabat sebagai panitera/sekreratis Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Tersangka ESI diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Edi Sindoro hingga kini belum kembali ke Indonesia. Dia telah meninggalkan Indonesia sejak lama pasca operasi tangkap tangan Edy Nasution.
Untuk itu, KPK mengimbau agar Eddy Sindoro segera pulang ke Indonesia dan menghadapi proses hukum.
"Akan lebih baik bagi tersangka dan penanganan proses ini dan kami tegaskan KPK telah berulangkali melakukan proses maksimal hasilnya terkait ada buron yang kabur di luar engeri, KPK punya pengalaman itu dan sebagai warning agar hal tersebut tidak perlu terjadi dalam pengungakapan perkara," tukas Febri Diansyah.
Atas perbuatannya, Edi Sindoro disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberansatan tindak pidana korupsi jo pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada KPK Dzakiyul Fikri membenarkan adanya penyidikan baru dalam kasus dugaan suap terkait mantan petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro.
Eddy Sindoro diduga terlibat dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Menurut Dzakiyul, keterkaitan Eddy dalam perkara suap tersebut terungkap dalam keterangan saksi-saksi, barang bukti dan komunikasi yang diungkap di dalam persidangan.
KPK sebelumnya telah memanggil tiga kali berturut-turut Eddy Sindoro untuk diperiksa. Namun, Eddy telah kabur ke luar negeri sebelum namanya disetorkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dicegah ke luar negeri.
Sebelumnya, Eddy Sindoro menugaskan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media Tbk di Mahkamah Agung. PT AAL dan PT Artha Pratama Anugrah merupakan anak usaha Lippo Group. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT Across Asia Limited dinyatakan pailit.
Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015. Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA. Menindaklanjuti perintah tersebut, Hesti kemudian menemui Edy Nasution di PN Jakpus, pada Februari 2016.
Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Pada 30 Maret 2016, berkas PK perkara PT AAL akhirnya diserahkan ke Mahkamah Agung.
Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang tersebut, dan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho (anak usaha Lippo Group), untuk menyiapkan uang. Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp 50 juta. Penyerahan dilakukan oleh Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta, pada 20 April 2016