BEM Nasionalis: Stop Politik Dinasti
Ismail Marasabessy mengatakan pihaknya bersama dengan 74 organisasi BEM Nasional menggelar deklarasi
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator pusat BEM Nasionalis, Ismail Marasabessy mengatakan pihaknya bersama dengan 74 organisasi BEM Nasional menggelar deklarasi untuk menggabungkan satu visi dan misi untuk bangsa dan negara Indonesia.
Deklarasi tersebut dikatakan Ismail hasil dari rentetan konsolidasi bersama dan rapat akbar dengan para pengurus dan Ketua atau Presiden Mahasiswa BEM dari 74 kampus di Indonesia di Universitas Jayabaya, Jakarta.
Dalam agenda yang mereka gelar di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, BEM Nasionalis merasa banyak persoalan bangsa yang harus dihadapi dan diselesaikan bersama-sama. Beberapa hal diantaranya adalah persoalan politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, dan lain sebagainya.
"Fokus isu gerakan BEM Nasionalis ke depan yang terdiri dari ; penguatan politik, penguatan kebudayaan, penegakan hukum, kesehatan, penguatan ekonomi, pendidikan yang berkemajuan, HAM, dan pemberdayaan prempuan," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/12/2016).
Melihat polemik demi polemik yang berlangsung saat ini di Indonesia, Ismail pun mengeluarkan manifesto dengan mengingatkan kepada segenap anak bangsa untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam hidup bersosial. Yang pertama adalah keberagaman dan kemajemukan menjadi titik fokus awal untuk merawat bangsa dan negara tetap utuh.
"Menyerukan kepada semua elemen anak bangsa, agar bersama-sama bersatu menjunjung perbedaan, pluralitas (keberagaman) dan kemajemukan demi persatuan Indonesia," tuturnya.
Manifesto berikutnya kata Ismail, meminta pula dengan tegas agar pemerintah pusat dapat meletakkan hukum sesuai dengan ruhnya, sehingga penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan adil.
"Mendesak pemerintah untuk tegas dalam penegakan hukum terutama pembersantasan korupsi terhadap kasus-kasus yang saat ini terjadi atau kasus-kasus masa lalu," ujarnya.
Manifesto ketiga, pihaknya sangat menentang adanya politik keluarga atau politik dinasti. Karena baginya, politik dinasti sangat buruk untuk iklim demokrasi yang berjalan di Indonesia.
"Stop politik dinasti yang dapat merusak iklim demokrasi," tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, polemik yang menjadi kegeraman mereka adalah proyek ilegal perusakan lingkungan, yang jelas dinilai mereka sebagai bagian dari permasalahan yang merugikan masyarakat.
"Meminta pemerintah agar menindak tegas perusahaan yang melakukan kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia," ucapnya.
Dan permasalahan selanjutnya saat ini adalah pendidikan. Banyak ditemukan adanya ketimpangan pendidikan di Indonesia. Sehingga pemerataan layanan masyarakat seperti ini harus dilakukan, termasuk juga dalam hal kesehatan.
"Mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan pemerataan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan di seluruh Indonesia," katanya.
Lebih lanjut, Ismail juga menyinggung persoalan penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sampai saat ini belum juga tuntas. Sehingga ia pun meminta agar pemerintah menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM tersebut secara objektif.
"Menuntut pemerintah untuk menuntaskan pelanggaran HAM yang ada di Indonesia secara objektif," tandasnya.