Harapan Adik Wiji Thukul
Mengenakan pakaian bercorak kotak-kota warna hijau, ia hadir didampingi istrinya dan putri Wiji Thukul bernama Fitri Ngantini Wani.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tirbunnew, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo menghadiri konferensi pers film "Istirahatlah Kata-kata" garapan sutradara Yosep Anggi Noen di Kedai Tjikini, Jl. Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Mingu (8/1/2016).
Mengenakan pakaian bercorak kotak-kota warna hijau, ia hadir didampingi istrinya dan putri Wiji Thukul bernama Fitri Ngantini Wani.
Dalam konferensi pers tersebut ia membacakan satu puisi karya sang kakak, berjudul Peringatan.
"Kalau rakyat bersembunyi dan berbisik-bisik ketika membicarakan masalahnya sendiri, penguasa harus waspada dan belajar mendengar," kata Wahyu Susilo lantang membacakan bait puisi tersebut.
Selain membacakan puisi, ia juga berharap dengan akan ditayangkannya film secara massive di bioskop-bioskop Indonesia pada 19 Januari mendatamg, para generasi muda Indonesia dapat belajar, bahwa kebebasan berpendapat harus terus dilestarikan.
Selain karena dengan susah payah diperjuangkan oleh para aktivis seperti Wiji Thukul, kebebasan berpendapat juga sangat penting untuk rakyat agar dapat didengar dan diagregasi aspirasinya oleh penguasa.
Wahyu Susilo juga mengajak masyarakat melawan lupa atas peristiwa-peristiwa penting yang dilakukan penguasa masa lalu terhadap rakyatnya, khususnya peristiwa penghilangan paksa yang dilkakukan rezim orde baru terhadap beberapa aktivis termasuk Wiji Thukul, yang hingga saat ini tak jelas kabarnya.
"Dengan media film ini, kita juga mengajak teman-teman lain itu melawan lupa terhadap peristiwa-peristiwa itu. Karena mungkin kita bisa bayangkan, tanpa kehadiran teman-teman yang sekarang hilang, mungkin kita tidak bisa bikin konferensi pers sebebas ini," tutur Wahyu Susilo.
"Saya kira demokrasi itu adalah sumbangan mereka, saya kira itu," tamabah Wahyu Susilo.
Sebagaimana diketahui film Istirahatlah Kata kata merupakan film yang menisahkan tentang perjuangan sastrawan Wiji Thukul untuk menggulingkan kekuasaan yang menurutnya sangat korup melalui karya-karya sastranya.
Film tersebut telah mendapatkan beberapa penghargaan, di antaranya, Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia dan memenangkan Golden Hanoman Award dalam Jogja NETPAC Asian Film Festival Yogyakarta. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.