ICW : Dinasti Politik Sebabkan Demokrasi Menjadi Desentralisasi oleh Keluarga
Dinasti politik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi di sektor pemerintahan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dinasti politik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi di sektor pemerintahan.
Hal tersebut terbukti banyaknya kepala daerah yang berlatar politik dinasti ditangkap atau ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka.
Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo menilai dinasti politik cenderung membuat demokrasi menjadi desentralisasi oleh keluarga.
Menurutnya sentralisasi keluarga memiliki potensi lebih besar terhadap korupsi.
"Saya kira itu hubungan secara teoritis yang sudah pernah dikaji, yang faktanya membuktikan bahwa, dinasti politik lebih condong melahirkan korupsi daripada, politisi lain yang tumbuh berkembang tanpa melibatkan keluarganya," kata Adnan Topan dalam diskusi 'Korupsi dan Politik Dinasti' di Menteng, Jakarta, Sabtu (7/1/2016).
Menurut Adnan Topan, 58 daerah di Indonesia terlibat politik dinasti berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2013. Contoh yang paling fenomenal politik dinasti di Banten.
Kata Adnan, selain kepala daerah, politik dinasti sudah merangsek ke jajaran legislatif. Anggota keluarga sudah dipersiapkan untuk mengisi jabatan-jabatan strategis untuk melanggengkan kekuasaan keluarga.
Di luar negeri, sebenarnya juga memiliki politik dinasti. Namun, kejadiannya berbeda karena praktik politik dinasti memiliki rentan waktu yang lama dan calon yang diusung juga melalui tahap seleksi yang panjang.
"Di negara lain seperti Amerika, George Bush itu ada jeda kepemimpinan. Kedua, tampilnya George Junior itu melalui seleksi yang ketat. Dalam konteksi dinasti politik kita mereka muncul atau lahir, itu tidak ditentukan proses yang transparan. Tapi oleh satu bentuk kekuasaan yang terpusat yang menentukan mereka harus maju, mereka harus ada di posisi itu," tukas Adnan Topan.