Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Sebut Pelaporan LHKPN Calon Kepala Daerah Hanya Formalitas dan Seperti Macan Ompong

"LHKPN itu hanya formalitas tapi tidak punya mekanismenya. Seperti macan ompong,"

Penulis: Yurike Budiman
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat Sebut Pelaporan LHKPN Calon Kepala Daerah Hanya Formalitas dan Seperti Macan Ompong
Tribunnews.com/ Yurike Budiman
Yenti Ganarsih (kedua dari kiri) saat jadi pembicara dalam diskusi di Cikini, Minggu (8/1/2017) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yurike Budiman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala daerah diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, dosen hukum pidana bidang ekonomi dan tindak pidana khusus, fakultas hukum Trisakti, Yenti Ganarsih menilai laporan tersebut sekadar formalitas belaka.

Alasannya karena tidak ada tindak lanjut secara hukum atas harta yang dinilai tidak wajar.

"LHKPN itu hanya formalitas tapi tidak punya mekanismenya. Seperti macan ompong," kata Yenti di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2017).

Dalam diskusi bertema Menelisik Harta Kekayaan Tiga Kandidat di Pilkada DKI Jakarta 2017, Yenti mengatakan seharusnya LHKPN bisa digunakan untuk pencegahan tindak pencucian uang.

Baca: Kompetisi Penuh Dalam Pilkada DKI Akan Dorong Penentuan Pemimpin Terbaik

Berita Rekomendasi

Menurut wanita bergelar doktor pencucian uang pertama di Indonesia ini, LHKPN lebih sering digunakan setelah terjadinya tindak kejahatan pencucian uang dan hanya untuk dijadikan bukti penyidik.

"LHKPN akan dipertanyakan melalui mekanisme pencegahan tapi kalau sudah terjadi korupsi di tempat lain, ini sudah sangat terlambat," kata Yenti.

"Biaya pemilu ini dari mana, harus diusut partai yang mengusung itu pendanaan sumbernya dari mana," sambungnya.

Seperti diketahui, LHKPN adalah syarat mutlak bagi kandidat yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Seluruh calon wajib menjelaskan secara terperinci sumber-sumber harta kekayaan yang dimilikinya agar kandidat penyelenggara negara tersebut benar-benar bersih dari segala indikasi korupsi.

Hal tersebut berdasarkan UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.

Serta UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Terlebih, kebijakan UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 20014 telah memberi jaminan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengelolah anggaran bagi kesejahteraan segenap masyarakat di dalamnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas