Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Empat Orang Sudah Direhabilitasi karena Tembakau Gorila

Dua bekas pengguna tembakau gorila lain yang Tribun wawancarai mengaku tengah berjuang agar tidak kembali mengisap barang haram itu.

Penulis: Valdy Arief
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Empat Orang Sudah Direhabilitasi karena Tembakau Gorila
Tribunnews.com/Valdy Arief
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN, Slamet Pribadi, saat berbicara di depan mantan pecandu narkoba di Pusat Rehabilitasi Yakita, Ciawi, Bogor, Senin (9/1/2017) 

TRIBUNNEWS.COM, CIAWI - Sepekan silam, Sri Hayuni menerima pesan singkat dari seorang ibu yang meminta tolong karena anaknya ketergantungan narkoba.

Hal demikian biasa dia terima karena selama 17 tahun ini, Sri berprofesi sebagai Ketua Pengurus Yayasan Harapan Permata Hari Kita (Yakita), tempat rehabilitasi para pengguna narkoba.

Namun, ada yang mengusik Sri belakangan ini. Mulai banyak orang tua yang mengadu anaknya ketergantungan narkoba jenis baru, tembakau gorila.

Dalam empat bulan terakhir, Sri menyebut sudah ada empat orang tua yang meminta bantuan padanya karena anaknya tidak bisa lepas dari narkoba baru itu.

"Dua hari lalu ada yang baru mulai kami rehabilitasi. Sekarang sedang diisolasi untuk masa detoksifikasi," kata Sri di lokasi rehabiltasi Yakita, Ciawi, Bogor, Senin (9/1/2017).

Dari empat pecandu tembakau gorila yang diketahui Sri, tiga di antaranya dalam upaya pemulihan lembaganya.

Sisanya dititipkan kepada satu pusat rehabilitasi yang dikelola Kementerian Sosial. "Di sini kan ada biaya yang harus dikeluarkan, kalau ada pecandu yang kurang mampu kami titipkan ke tempat rehabilitasi pemerintah," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Saat Tribun mengunjungi Yakita, tampak satu orang laki-laki yang tidur dalam satu ruangan khusus.

Sri menyebut, dia adalah pecandu tembakau gorila yang tengah menjalani proses detoksifikasi.

Dua bekas pengguna tembakau gorila lain yang Tribun wawancarai mengaku tengah berjuang agar tidak kembali mengisap barang haram itu.

Terutama, Diko (nama samaran) yang baru satu pekan direhabilitasi. Laki-laki 26 tahun itu sudah dua tahun belakangan mengisap tembakau itu setiap harinya. "Saya mau berhenti karena sudah habis banyak uang gara-gara tembakau gorila," katanya.

Laki-laki asal Jakarta ini, dibawa orang tuanya ke tempat rehabilitasi setelah diketahui tidak bisa lepas dengan tembakau itu. "Setiap hari saya mikir gimana caranya biar bisa beli," katanya.

Berbeda dengan Diko, Riza (nama samaran) sudah empat bulan berada di Yakita. Laki-laki asal Semarang, Jawa Tengah ini, juga sudah dua tahun melinting tembakau gorila.

Pada 2015, pertama kali dia mencoba narkoba sintetis itu saat masih bernama tembakau super.

"Pertama saya beli bungkusnya masih kaya kacang goreng. Sekarang sudah bagus, malah ada yang dikemas dengan kaleng kecil," sebutnya.

Riza yang tidak bekerja, bahkan mengaku sampai menjual komputer jinjing hingga sepatu agar bisa mengisap tembakau campuran itu. Itu dia lakukan karena harga candunya tidak bisa dikatakan murah. "Lima gram harganya Rp 450 ribu," tuturnya.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Slamet Pribadi mengatakan, sejak Mei 2015 pihaknya sudah mengumumkan tembakau gorila sebagai narkoba jenis baru. "Gorila itu ganja sintesis yang mengandung zat Canabinoid, AB-Chminata," katanya.

Menurut Slamet, tembakau gorila bukan golongan narkoba alami seperti ganja. Para pengedarnya menyeludupkan senyawa sintesis itu ke Indonesia dan menyemprotkan ke tembakau biasa saat membuatnya.

Terkait status legalitasnya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan, Barlian menjelaskan tembakau gorila baru masuk kategori narkoba pada tahun ini.

"Tembakau gorilla sudah masuk regulasi yg dilarang dalam Permenkes Nomor 2 Tahun 2017, tapi dalam Permenkes sebutannya bukan tembakau gorilla tapi yg dicantumkan adalah nama bahan kimianya," kata Barlian melalui pesan singkat.

Saat ini, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) itu masih dalam proses untuk menjadi undang-undang di Kementerian Hukum dan HAM.

"Proses pengundangan di Kementerian Kumham paling lama 7 hari kerja, jadi kemungkinan paling lambat Jum'at tgl 19 Januari sudah di upload di Website Kemenkes dan Kemenkumham," jelasnya. (val)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas