Tangan Bergetar dan Susah Fokus karena Tembakau Gorila
Selain harga yang relatif lebih mahal dari narkoba jenis lain, efek buruknya pun diakui Riza lebih cepat terasa.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan baru mengeluarkan regulasi untuk tembakau gorila, narkoba jenis baru, pada tahun ini.
Setelah mantan pilot Citilink, Tekad Purna, yang diduga mabuk saat hendak menerbangkan pesawat dan diprotes oleh calon penumpangnya.
Padahal, Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah merilisnya sejak Mei 2016. Peredarannya pun telah diketahui publik secara luas, karena dijual bebas melalui dunia maya.
Untuk mengetahui dampak mengkonsumsi barang haram yang dicampur dengan tembakau biasa, Tribun menemui dua mantan penggunanya.
Mereka adalah Diko dan Riza (nama samaran), keduanya tengah menjalani program rehabilitasi di Yayasan Harapan Permata Hari Kita (Yakita), bilangan Ciawi, Bogor.
Riza yang sudah menjalani proses pemulihan selama empat bulan, mengaku sudah lebih baik ketimbang saat awal datang ke tempat rehabilitasi itu.
"Ketika awal-awal tidak konsumsi lagi saya sering flu dan ada keinginan untuk konsumsi lagi," katanya, Senin (9/1/2017).
Selama dua tahun mengisap tembakau khusus itu, Riza yang tidak bekerja rela mengadai apa saja agar bisa membelinya.
Apalagi tembakau itu harganya terbilang mahal. "Lima gram harganya Rp 450 ribu, itu cuma untuk satu hari," sebutnya.
"Saya sampai jual laptop dan sepatu. Dulu itu, cuma mikir pokoknya bisa beli itu,".
Laki-laki 26 tahun asal Semarang itu, mengaku sudah pernah mengkonsumsi narkoba jenis lain seperti ganja dan LSD.
Tapi, tembakau gorila dia sebut punya efek yang lebih kuat. "Dua kali hisap saja bisa langsung stonned (teler)," ungkapnya.
Tidak hanya efek teler yang lebih kuat, bahkan sampai tidak sadar diri, Riza menyebut terus mengkonsumsi tembakau gorila selama dua tahun karena mudah didapat.
"Kalau lagi pengen jam dua malam, waktu itu terus bisa dibeli,". Selain itu, tidak ada bau menyengat seperti saat mengkonsumsi narkoba lain. Sehingga tidak banyak orang tahu yang dia konsumsi membuatnya merasa sensasi tertentu.
Namun, selain harga yang relatif lebih mahal dari narkoba jenis lain, efek buruknya pun diakui Riza lebih cepat terasa. Hal itu juga yang membuatnya ingin berhenti.
"Kalau bicara dengan orang lain jadi suka bengong tiba-tiba. Mikir juga jadi lebih lemot," .
Berbeda dengan Riza yang sudah tampak lebih segar, Diko (nama samaran) masih berjuang kuat untuk melepas ketergantungannya. Laki-laki asal Jakarta itu, baru satu pekan menjalani rehabilitasi. Dia pun sempat menunjukan tangannya yang bergetar karena efek tembakau gorila. "Efeknya kaya orang Parkinson, tangan tremor (bergetar) terus suka skip (menghayal)," ungkap Diko.
Kedua bekas pecandu itu menyebutkan, saat ini masih sangat mudah menemukan tembakau jahat itu di dunia maya. Tidak hanya itu, peredarannya pun banyak di kalangan mahasiswa. Keduanya mengaku pertama kali mendapatkannya saat masih berkuliah. (val)