Desak Penuntasan Kasus Munir, KontraS Kirim 1.009 Lembar Kartu Pos ke Jokowi
Ia mengatakan kartu pos tersebut berasal dari masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki kartu pos Munir.
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengirimkan 1.009 kartu pos dari 20 kota di Indonesia ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Pantauan Tribunnews.com, kartu pos yang bergambar Almarhum Munir tersebut dibubuhkan tanda tangan masyarakat di sebuah kolom yang berada di pojok kanan bawah kartu.
KontraS mengirimkan kartu pos tersebut dengan berjalan kaki dari Taman Demokrasi (depan Istana Negara) Monas hingga ke kantor Kemsetneg RI pukul 13.30 WIB.
Baca: Soal Kasus Munir, Usman Hamid Nilai SBY Memberi Dukungan Moril Buat Jokowi
Baca: Jokowi Harus Bentuk Tim Baru Ungkap Kasus Munir
Kartu tersebut dikirimkan masyarakat dari berbagai elemen sejak Oktober 2016 sebagai bentuk aksi desakan dibukanya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF).
Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik, Putri Kanesia, mengatakan seribu kartu pos ini sebagai bentuk protes atas sikap Presiden Jokowi yang tidak menjalankan perintah Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP), 10 Oktober 2016 lalu.
"Kedatangan kami ke Setneg, bukan meminta Setneg bertanggungjawab. Tapi kepada Presiden RI. Lagi-lagi kita harus mengacu pada UU KIP, Presiden bukan badan publik, sehingga badan publik yang bisa mewakili adalah Kesekretariatan negara, yang membantu teknis dan administrasi kepresidenan," kata Putri di halaman Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, usai mengantarkan bingkisan kartu pos tersebut, Selasa (17/1/2017).
Ia mengatakan kartu pos tersebut berasal dari masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki kartu pos Munir.
"Orang yang menandatangani, sebagian menuliskan harapannya atas penuntasan kasus Munir. Dokumen TPF Munir merupakan informasi publik yang harus diumumkan masyarakat," kata Putri.
"Oleh karenanya, Presiden Jokowi harus segera mengumumkan dokumen tersebut," lanjutnya.
Menurutnya, dokumen tersebut sudah diterima secara resmi oleh Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005 dan SBY pun sudah mengirimkan kembali dokumen tersebut pada Kemensetneg pada 26 Oktober 2016 lalu.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.