Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal RUU Pemilu, Mahfud MD Warning DPR

Mahfud mengatakan, sudah ada banyak orang yang memintanya untuk menjadi saksi ahli gugatan RUU Pemilu ke MK.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Soal RUU Pemilu, Mahfud MD Warning DPR
Repro/Kompas TV
Mahfud MD ditemui di Jakarta, Rabu (9/11/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) berhati-hati dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). Pasalnya, jika hasil revisi itu dianggap melanggar hak konstitusional warga negara atau parpol-parpol tertentu, Undang-Undang tersebut akan rawan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya hanya mengingatkan, apapun ini, kalau tidak hati-hati pasti akan digugat. Karena ini menyangkut politik. Politik artinya pembagian kue kekuasaan, yang sudah berkuasa ingin mempertahankannya," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1).

Mahfud mengatakan, sudah ada banyak orang yang memintanya untuk menjadi saksi ahli gugatan RUU Pemilu ke MK. Namun, ia menolak karena statusnya yang merupakan mantan hakim konstitusi.
Adapun poin yang rawan gugat misalnya terkait sistem pemilu dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

"Saya sudah banyak ketemu orang. Minta saya jadi ahli lah, ikut merumuskan, agar misalnya kalau kembali ke tertutup mereka akan menggugat dan saya jadi ahlinya," tuturnya.

Berkaitan dengan sistem pemilu. Mahfud meluruskan MK tidak pernah mengharuskan sistem proporsional terbuka. Padahal, MK hanya menghilangkan syarat 30 persen Bilangan Pemilih Pembagi (BPP) yang ada pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

Pasal 214 menyebutkan bahwa anggota DPR terpilih ditetapkan berdasarkan urutan suara terbanyak di antara calon-calon legislatif yang memperoleh suara 30 persen atau lebih dari BPP. Syarat 30 persen itu dibatalkan MK karena dianggap tidak adil dan menimbulkan ketidakpastian bagi para pemilih.

Sistem pemilu proporsional tertutup cenderung lebih rawan gugatan. Sedangkan presidential threshold, rawan gugatan jika ditetapkan angkanya.

Berita Rekomendasi

"Kalau nol persen berarti semua parpol baru boleh ikut, saya kira tidak akan ada gugatan," tutur dia.

Namun, Mahfud enggan membeberkan lebih jauh soal pihak-pihak yang sudah berencana mengajukan uji materi ke MK. Mereka, terdiri dari kalangan akademisi, aktivis, LSM, serta partai baru dan partai kecil.

Karena rawan gugatan, Mahfud berharap RUU Pemilu bisa rampung dibahas sesuai target, sehingga jika ada permasalahan terkait uji materi juga bisa segera diselesaikan.

"JR (judicial review) pasti ada. Belum diundangkan saja orang sudah menyiapkan gugatan kok. Apalagi sudah diundangkan," kata dia.

Terpisah, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (Pansus RUU Pemilu) optimistis pembahasan RUU Pemilu dapat diselesaikan tepat waktu, yaitu Mei 2017.

Adapun saat ini, Pansus belum masuk kepada tahap pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).

"Saya kira optimistis selesai (tepat waktu)," kata Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Ahmad Riza Patria.
Ia berharap fraksi-fraksi yang belum menyerahkan DIM dapat menyerahkan selambatnya pada Kamis 19 Januari 2017 agar dapat segera disampaikan kepada pemerintah. Riza memahami bahwa masih ada poin-poin yang berpotensi untuk diubah meski DIM telah diserahkan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas