Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mendagri Tolak Ambang Batas Parlemen Nol Persen

Dengan adanya ambang batas menunjukkan bahwa tak sembarang partai politik (parpol) bisa memperoleh kursi di parlemen.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Mendagri Tolak Ambang Batas Parlemen Nol Persen
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ditingkatkan pada Pemilu 2019. Sebab, peningkatan ambang patas parlemen penting untuk menjaga kualitas pemilu.

"Masa sih bertahan terus, kalau bisa dinaikan lah, setengah persen juga enggak apa-apa asal ada peningkatan," kata Tjahjo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1).

Menurutnya, dengan adanya ambang batas menunjukkan bahwa tak sembarang partai politik (parpol) bisa memperoleh kursi di parlemen.

"Contoh kecil saja, sekarang di draf Rancangan Undang-undang pemerintah, parliamentary threshold kami usulkan 3,5 persen. Masa ada yang usul 0 persen," papar Tjahjo.

Menurut Tjahjo, usulan parliamentary threshold nol persen tidak selaras dengan peningkatan kualitas pemilu seperti yang diharapkan pemerintah. Meski bisa menjamin tak ada suara yang terbuang saat pemilu, menurut Tjahjo, usulan nol persen tidak memperkuat institusi partai politik dalam pemilu.

"Kalau bisa, undang-undang pemilu yang akan dibahas ini dibuat untuk jangka panjanglah, jadi harus benar-benar dipikirkan aspek kualitasnya. Janganlah setiap mau pemilu undang-undangnya direvisi terus," tutur Tjahjo.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengatakan, PAN mengusulkan penghapusan ambang batas parlemen dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.

Berita Rekomendasi

Usulan ini telah dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan diserahkan kepada Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu. Yandri mengatakan, usulan tersebut diajukan untuk menghargai setiap suara yang telah diberikan masyarakat kepada wakilnya di DPR.

"PAN berharap semua yang ikut pemilu diikutsertakan dalam penghitungan jumlah kursi, jadi enggak ada kursi yang dihilangkan karena partainya enggak lolos, karena mereka sudah dipilih oleh rakyat," kata Yandri.

Ia mengatakan, yang disederhanakan bukan partai, tetapi fraksi di parlemen. Partai politik yang wakilnya berhasil lolos ke parlemen, tetapi hanya memiliki sedikit kursi bisa bergabung dengan partai lain hingga jumlah kursinya cukup untuk membentuk sebuah fraksi.

Dengan demikian, PAN berpandangan, penyederhanaan parlemen bisa dilakukan tanpa menghilangkan suara yang telah diberikan rakyat kepada wakilnya yang lolos ke parlemen.

Ia menilai, opsi yang ditawarkan PAN relevan diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya memiliki beragam latar belakang sosial.

"Kan Indonesia berbeda-beda, itu yang namanya dewan perwakilan. Kalau ada pembatasan bukan malah memberangus. Jangan sampai yang mayoritas menghabisi yang minoritas," kata Yandri.

"Nanti teknisnya minimal pembentukan fraksi sekian persen, misal 10 persen (dari total kursi di DPR). Jadi kalau ada patai di bawah itu harus bergabung. Artinya ada kesederhanan nanti. Mungkin sekitar lima sampai enam fraksi saja," lanjut dia. (tribunnews/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas