Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK

Naiknya Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi tak lepas dari peranan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK
TRIBUN/DANY PERMANA
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar memberikan suaranya dalam voting pemilihan Wakil Ketua MK pada Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Senin (12/1/2015). Arief Hidayat terpilih sebagai Ketua MK setelah mendapat dukungan aklamasi dalam musyawarah-mufakat Hakim Konstitusi, sementara Anwar Usman menjalani empat putaran voting terlebih dahulu untuk dapat menduduki jabatan Wakil Ketua MK. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Naiknya Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi tak lepas dari peranan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketika itu, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013.

Isinya, memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi.

Presiden SBY lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang MK diatur bahwa hakim konstitusi diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden, masing-masing tiga orang.

Langkah Presiden SBY ketika itu sempat mendapat sorotan tajam dari para aktifis.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap menjilat ludahnya sendiri dengan mengangkat mantan Menteri Hukum dan HAM (Menhuk dan HAM) Patrialis Akbar menjadi hakim konstitusi.

Berita Rekomendasi

Presiden pernah mengevaluasi dan mengganti Patrialis sebagai menteri. Hal itu berarti Patrialis pernah gagal menjalankan tugasnya.

Hal itu ditegaskan Koordinator Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Ashar, di Kantor Indonesia Corruption Watch di Jakarta, Minggu (11/8/2013).

"Logikanya kalau SBY sudah mengganti Patrialis artinya sudah talak 3 (putus hubungan) antara Presiden dan Patrialis. Sekarang Patrialis diangkat lagi jadi hakim konstitusi. Ini seperti membiarkan Presiden menjilat ludah sendiri," kata Haris waktu itu.

Ia mengingatkan beberapa kegagalan Patrialis ketika menjabat sebagai Menhuk dan HAM. Di antaranya, pemberian remisi hingga empat kali kepada terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Polycarpus.

Menurutnya, beberapa kebijakan Patrialis tidak sensitif terhadap HAM. Hal itu, menurut Haris, termasuk pengakuan Patrialis hanya pada enam agama di Indonesia.

"Patrialis adalah orang yang cenderung anti-keberagaman keagamaan. Dia tidak mengakui WNI (warga negara Indonesia) lain yang menganut agama di luar enam agama itu," ujarnya.

Ia mengkhawatirkan, jika Patrialis menjadi hakim konstitusi, maka putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terkait dengan HAM tidak akan memihak pada penegakan HAM.

Seperti diberitakan, Ketua KPK Agus Raharjo membenarkan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh lembaganya terhadap hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pihak yang di OTT yakni hakim MK Patrialis Akbar di sebuah hotel di Tamansari, Jakarta Barat. Kelanjutan dari OTT itu, penyidik KPK melakukan penggeledahan di kediaman Patrialis ‎Akbar di Cipinang Muara, Jakarta Timur untuk menemukan bukti lainnya.

"‎Benar soal informasi OTT yang dilakukan KPK di Jakarta. Ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini. ‎ Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan," ucapnya.

Ditanya lebih lanjut soal OTT kasus apa, Agung enggan menjelaskan detail. Dia hanya membocorkan, OTT tersebut ‎terkait dengan lembaga penegak hukum.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas