Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Paling Sering Diperiksa Dewan Etik, Ini Lima Kasus yang Membelit Patrialis Akbar Saat di MK

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar disebut sebagai hakim yang paling banyak diperiksa Dewan Etik.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Paling Sering Diperiksa Dewan Etik, Ini Lima Kasus yang Membelit Patrialis Akbar Saat di MK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar keluar dari gedung KPK memakai baju tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Jumat (27/1/2017). Patrialis Akbar bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan kasus suap gugatan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Hakim Konstitusi Patrialis Akbar disebut sebagai hakim yang paling banyak diperiksa Dewan Etik.

Ketua Dewan Etik Mahkamah Kontitusi Abdul Mukthie Fadjar mengatakan pihaknya sering memanggil Patrialis karena sering dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"Memang beliau sering dipanggil, beliau hakim konstitusi yang sering diperiksa. Beliau orang yang paling sering bilang terima kasih sering diingatkan," kata Abdul Mukthie Fadjar di MK, Jakarta, Kamis (26/1/2017).

Walau demikian, Abdul Mukthie Fadjar mengatakan ada juga laporan tersebut yang ternyata laporan abal-abal. Misalnya laporan LSM MK Watch terkait dugaan Patrialis tidak menjalankan atau mengabaikan tugas pokoknya saat sidang Sengketa Pilkada Muna.

Berdasarkan penelusuran Tribun, dalam 14 putusan Dewan Etik, lima diantaranya memuat nama Patrialis. Dua laporan sifatnya adalah tunggal kepada Patrialis sementara yang lainnya bersama-sama dengan para hakim terkait sidang di MK.

Berikut adalah putusan Dewan Etik terhadap terlapor Hakim Patrialis Akbar:

Putusan Dewan Etik yang pertama tahun 2014 adalah laporan terhadap Patrialis Akbar yang diduga melanggar kode etik karena memilih menemui Akil Mochtar yang bersidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Padahal pada hari itu Patrialis Akbar sebenarnya menguji ujian doktor di FH Universitas Jayabaya.

Berita Rekomendasi

Dewan Etik tidak memberikan sanksi apapun kepada Patrialis karena pertemuannya dengan Akil Mochtar karena dilakukan di luar jam kerja dan setelah selesainya persidangan di MK.

kedua, laporan Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat Adi Warwan. Pada laporan tersebut, Patrialis dilaporkan beserta tujuh rekannya yakni Hamdan Zoelva, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Arief Hidayat.

Menurut pelapor para hakim memputus perkara tidak mendasarkan atas alat bukti atau menyimpang ketentuan mengenai pembuktian dalam hukum acara MK sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (1) UU MK.

Dewan Etik memutuskan laporan tersebut tidak terbukti dan nama para hakim dipulihkan nama baiknya.

Ketiga adalah laporan Koalisi Mayarakat Sipil Selamatkan MK terhadap Patrialis Akbar terkait komentar Patrialis mengenai pemilihan kepala daerah harus dipilih DPRD. Itu adalah pernyataan Patrialis saat memberikan kuliah umum berjudul Peran MK Dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia di Fakultas Hukum UMJ.

Dalam putusannya, Kode Etik tidak memberikan sanksi terkait komentar tersebut. Kode Etik hanya meminta agar Patrialis lebih berhati-hati dalam berbicara meskipun dalam forum kegiatan ilmiah.

Keempat adalah laporan bersama-sama terhadap hakim konstitusi oleh Paguyuban Advokat Peduli Kontitusi. Para hakim dilaporkan ke Dewan Etik karena tidak melakukan kewajiban sebagai hakim untuk menjatuhkan putusan secara objektif didasarkan pada hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Laporan ini terkait pengisian anggota DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Barat. Dalam para hakim tersebut menulis Dapil Sulawesi Barat I padahal yang benar adalah Dapul Sulawesi Barat 2.

Dalam putusannya, Dewan Etik memutuskan secara substansial tidak ada pelanggaran kode etik dan hukum acara yang dilakukan para hakim terlapor dalam arti memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU DPR dan DPRD tahun 2014.

Dalam putusan tersebut, nama hakim dipulihkan.

Kelima adalah laporan dari pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2015. Patrialis dilaporkan hakim Wahiduddin Adams dan Suhartono karena dinilai kurang cermat dan lalai yang memeriksa sengketa tersebut.

Dewan Etik memutuskan tidak ada kelalaian para hakim dan memulihkan nama baik para hakim terlapor.

 Sekadar informasi, Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Tersangka lain pada kasus tersebut adalah pengusaha impor daging bernama Basuki Hariman beserta sekretarisnya Ng Fenny, kemudian Kamaludin.

Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerimaa suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara tersangka Basuki dan Ng Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas