Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tentang Mantan Pegawai Kemenkeu Gabung ISIS, Wapres: Sulit Periksa Pikiran Orang

Mantan pegawai Kementerian Keuangan, Triyono Utomo Abdul Sakti, dideportasi Pemerintah Turki atas dugaan ingin bergabung dengan ISIS.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Tentang Mantan Pegawai Kemenkeu Gabung ISIS, Wapres: Sulit Periksa Pikiran Orang
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
BUKA KNA - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meninggalkan tempat acara seusai membuka The 4th Regional Public Sector Conference (RPSC), Konvensi Nasional Akuntansi (KNA) VIII dan HUT Ke-59 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di The Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Kamis (8/12/2016). Acara bertema "Akuntan Profesional Membangun Negeri" ini merupan ajang reguler para akuntan sektor publik di Indonesia dan regional untuk membahas perkembangan terkini akuntansi pemerintah dan sektor publik, serta menjadi ajang empat tahunan para akuntan Indonesia untuk mendiskusikan dan mencari solusi berbagai persoalan ekonomi di tanah air. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang mantan pegawai Kementerian Keuangan, Triyono Utomo Abdul Sakti, dideportasi Pemerintah Turki atas dugaan ingin bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bukan perkara mudah bagi pemerintah atau siapa pun, untuk mencegah seseorang bergabung dengan kelompok tersebut.

"Yang paling sulit itu, Anda boleh memeriksa dokumen orang, tapi memeriksa pikiran orang itu paling susah," kata Kalla di Istana Wapres, Jumat (27/1/2017).

Menurutnya, pemerintah memiliki otoritas untuk mengecek latar belakang seseorang ketika seseorang hendak bepergian ke luar negeri. Pengecekan itu dilakukan baik melalui dokumen atau informasi yang tersimpan sebelumnya.

"Tapi memeriksa pikiran kamu, bagaimana caranya? Sama juga pemerintah bisa mengecek KTP-nya atau prestasi pegawai, tapi pikirannya kita tidak bisa duga," ujarnya.

Wapres menegaskan, setiap warga negara yang bekerja sebagai aparatur sipil negara, telah mengetahui hak dan kewajibannya. Oleh sebab itu, mereka akan mendapatkan sanksi bila terbukti melakukan kesalahan atau terlibat dalam sebuah kelompok terlarang.

"Nanti risiko kan ada juga," kata Wapres.

Berita Rekomendasi

Triyono dideportasi dari Turki bersama empat orang WNI lainnya yang diduga istri dan tiga anaknya. Mereka mendarat di Bali menggunakan penerbangan Emirates Airlines.

Berdasarkan pemeriksaan Polri, Triyono Utomo Abdul Sakti dan keluarganya meninggalkan Indonesia menuju Thailand pada 16 Agustus 2016. Setelah itu mereka meneruskan penerbangan ke Turki.

Di Turki, Triyono sempat berpindah-pindah penginapan termasuk tinggal dipenampungan selama tiga bulan dengan tujuan ke Suriah.

Namun ia tertangkap oleh Tentara Turki pada 16 Januari 2017 bersama 20 orang lainnya. Biaya yang digunakan Triyono untuk menuju Suriah berasal dari hasil penjualan rumahnya.

Anggota Komisi I DPR Syarief Hasan meminta pihak terkait menelusuri kasus mantan pejabat Kementerian Keuangan yang diduga terkait ISIS. Syarief meminta pemerintah meningkatkan pengawasan orang Indonesia yang akan keluar negeri.

"Mulai dari Imigrasi, Kemenlu, BIN, dan ini harus benar-benar terkait," kata Syarief.

Syarief meminta peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ditingkatkan. Apalagi, DPR bersama pemerintah sedamg membahas RUU Pemberantasan Terorisme.

Hal itu berdampak pada koordinasi antar lembaga yang lebih baik. "RUU Terorisme harus kita maksimalkan peran BNPT. Kalau sekarang belum. Dia belum maksimal," kata Syarief.

Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldi menyayangkan adanya kabar mantan pejabat Kementerian Keuangab (Kemenkeu) yang diduga terlibat ISIS. Bobby masih menunggu informasi resmi terkait status mantan pejabat tersebut.

"Iya , bila benar sangat disayang kan," kata Bobby.

Bobby mengatakan pada era Orde Baru terdapat penataran P4 serta Penelitian Khusus (Litsus) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sehingga, PNS yang ikut dalam paham radikal dapat terdeteksi.

"Hendaknya walaupun litsus tidak lagi diterapkan, ke depan dalam proses rekrutment pejabat negara, perlu suatu format bela negara dengan penyesuaian agar jangan sampai hal ini terjadi," kata Politikus Golkar itu. (tribunnews/ferdinand/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas