Begini Cara Komnas Perempuan agar Masyarakat Tak Lupakan Tragedi Mei 1998
Azriana menilai, memorialisasi menjadi salah satu upaya mencegah impunitas atau kekebalan hukum para pelaku.
Editor: Malvyandie Haryadi
![Begini Cara Komnas Perempuan agar Masyarakat Tak Lupakan Tragedi Mei 1998](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/komnas_20170209_031203.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 18 tahun berlalu, Tragedi Mei 1998 masih menjadi misteri. Salah satunya, terkait kasus pemerkosaan massal terhadap puluhan perempuan.
Hingga kini, belum ada pihak yang bertanggung jawab atas peritiwa itu.
Ketua Komnas Perempuan Azriana Rambe Manalu mengatakan, untuk merawat ingatan publik terhadap kekerasan tersebut, Komnas Perempuan bersama sejumlah pihak melakukan memorialisasi peringatan Mei 1998.
Di Jakarta, memorialisasi dilakukan bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014 di tempat pemakaman umum Pondok Ranggon.
"Memorialisasi jadi gerakan sosial dan kultural. Karena kejahatan terhadap kemanusiaan itu enggak ada kadaluarsanya," kata Azriana di gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (8/9/2017).
Azriana menilai, memorialisasi menjadi salah satu upaya mencegah impunitas atau kekebalan hukum para pelaku.
Masyarakat, kata dia, harus bergerak maju meski pemerintah jalan di tempat dalam menyelesaikan kasus tersebut.
Azriana menyebutkan, masyarakat masih menanti sikap pemerintah dalam menyelesaikan kasus itu.
"Yang paling menyakitkan buat korban, mereka tahu tidak ada lagi yang memperhatikan. Tapi kalau mereka tahu tetap ada yang membicarakan meski hasilnya tidak selalu cepat terlihat itu masih menjadi energi pemulihan," ucap Azriana.
Azriana mengaku heran dengan sikap pemerintah yang tidak mengakui adanya kekerasan terhadap 85 orang perempuan.
Jumlah tersebut didapat dari hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998. Rinciannya, yakni 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan atau penganiayaan seksual dan sembilan orang korban pelecehan seksual.
"Pemerintah minta mana korbannya. Mereka tidak pernah mau mempelajari hasil temuan TGPF. Harusnya dipelajari pakai perspektif korban," ujar Azriana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.