Politisi Demokrat I Putu Sudiartana Dihukum Enam Tahun Penjara
Putu juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat I Putu Sudiartana divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Putu juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Hariono saat membacakan amar putusan.
Putu dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Putu tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Perbuatannya juga telah menciderai penyelenggara negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Hakim menilai Putu terbukti menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Yogan Askan.
Uang itu terkait pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
"Penerimaan itu atas sepengetahuan dan kehendak terdakwa, untuk menggerakkan terdakwa selaku anggota DPR RI untuk membantu penambahan anggaran DAK Provinsi Sumbar," kata hakim Joko Subagyo.
Selain suap, Putu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi yang jumlahnya sebesar Rp 2,1 miliar dan 40.000 dollar Singapura.
Karena dalam persidangan Putu tidak bisa membuktikan penerimaan itu dari sumber yang wajar, maka penerimaan tersebut haruslah dianggap sebagai suap.
Kompas TV Selain menuntut 7 tahun penjara, jaksa penuntut umum juga menjatuhkan denda Rp 200 juta serta uang pengganti Rp 300 juta terhadap Putu Sudiartana.
Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik Putu selama 5 tahun.
Menurut jaksa, mantan politisi Demokrat ini menerima suap Rp 500 juta sebagai imbalan upaya meloloskan penambahan anggaran dana alokasi khusus dalam proyek pembangunan jalan di Sumatera Barat.(Abba Gabrillin)