Goenawan Mohamad: Berita Palsu Berlipat Ganda dalam Jumlah dan Kecepatan Berkat Internet dan Medsos
Universitas dipandang masih menjadi salah satu lembaga yang kredibel untuk menemukan kebenaran.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Universitas dipandang masih menjadi salah satu lembaga yang kredibel untuk menemukan kebenaran.
Di universitas, sebuah kebenaran ditemukan melalui sebuah proses yang bisa dipertanggung jawabkan di tengah kondisi masyarakat yang berada dalam era pasca-kebenaran.
Era pasca-kebenaran, suatu kondisi dimana batas antara ucapan yang benar dan dusta, antara kejujuran dan keculasan, fiksi dan non-fiksi, jadi kabur.
Baca: Muhammadiyah Desak Ada Fatwa Haram Profesi Produsen Tuyul-tuyul Medsos
Dalam era ini, kita berbohong dan tak merasa malu atas tindakan kita dan kita berdusta tanpa benar-benar punya alasan untuk berdusta.
Demikian menjadi pokok orasi ilmiah yang disampaikan Goenawan Mohamad dalam Sidang Senat Terbuka Dies Natalis ke 41 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu (11/3/2017).
Goenawan Mohamad atau biasa disapa GM, berpendapat ilmu pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan kehidupan yang beranekaragam itulah yang membuatnya sebuah pencarian yang tak kunjung usai.
“Proses yang panjang itulah yang sebenarnya melahirkan universitas dimana ilmu dan ilmuwan bertemu dalam lalu-lintas informasi ilmiah yang melintas batas,” katanya.
Ia menjelasakan, kebenaran adalah cocoknya isi pikiran dengan realitas, terjemahan sederhana dari apa yang dikatakan Thomas Aquinas di abad ke-13 dalam bahasa Latin: veritas est adaequatio rei et intellectus.
Tapi dalam keadaan di mana kabar bohong bertaburan, tampaknya pemikiran dan pendapat (intellectus) kita dianggap tak perlu cocok (adaequatio) dengan rel, kenyataan yang diwakili fakta.
“Produksi berita palsu makin berlipat ganda dalam jumlah dan dalam kecepatan, berkat internet dan media sosial,” kata GM yang menerima penghargaan Parasamya Anugraha Dharma Krida Budhaya dari UNS ini.
“Kini sembarang orang bisa menyebarkan informasi, tanpa berada di satu lembaga yang bertanggungjawab, “ujarnya.
Ada gagasan bahwa dalam keadaan sekalut itu universitas menjadi semacam clearing house.
“Seraya menegaskan kembali bahwa kebenaran masih dibutuhkan, universitas diharapkan bisa menjernihkan kasus kasus yang diperdebatkan,” kata GM.
Asumsi umum ialah bahwa di universitas kondisi “pasca-kebenaran” tak berlaku, dan bahwa kebenaran ditemukan melalui proses yang bisa dipertanggungjawabkan.
Asas pragmatis di sini dipakai: sebuah kesimpulan atau pendapat dianggap membawa kebenaran jika pada akhirnya disetujui oleh semua mereka yang menyelidiki, meneliti dan menelaah.(*)
Penulis: Imam Saputro