KPK Terima Vonis 6 Tahun dan Pencabutan Hak Politik Politikus Demokrat Putu Sudiartana
Pada kasus tersebut bekas politikus Partai Demokrat itu divonis pidana penjara 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan menerima atau tidak mengajukan banding terhadap vonis terdakwa bekas anggota DPR RI I Putu Sudiartana terkait dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
Pada kasus tersebut bekas politikus Partai Demokrat itu divonis pidana penjara 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan pencabutan hak politik selama lima tahun.
"Benar sudah diusulkan untuk menerima putusan tersebut karena vonis yang dijatuhkan dipandang sudah proporsional dengan tuntutan dan hakim mengabulkan pencabutan hak politik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi Tribun, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Vonis Putu tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK yakni tujuh tahun penjara. KPK biasanya tidak akan mengajukan banding jika vonis tersebut memenuhi aspek 2/3 dari tuntutan JPU.
Sebelumnya, Putu Sudiartana terlebih dahulu mengatakan tidak mengajukan banding. Putu Sudiartana mengatakan menerima vonis tersebut demi upaya mendukung penegakan hukum di Indonesia.
"Saya mantan anggota Komisi 3 mendukung penegakan hukum. Apapun keputusannya. Saya menerima," kata Putu Sudiartana di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (9/3/2017).
Putu terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Hakim menilai Putu terbukti menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Yogan Askan. Uang itu terkait pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
Selain menerima suap, Putu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi yang jumlahnya sebesar Rp 2,1 miliar dan 40.000 dollar Singapura. Dalam persidangan, Putu tidak bisa membuktikan uang tersebut berasal dari sumber yang wajar, maka penerimaan tersebut haruslah dianggap sebagai suap.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.