Pengacara Siwaji Raja Laporkan Polresta Medan ke Presiden dan Kapolri
Surat itu, berisi aduan atas tindakan sewenang-wenang Kapolrestabes Medan karena menangkap kembali Siwaji Raja
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kuasa hukum Siwaji Raja, Elza Syarief, melaporkan dugaan tindakan sewenang-wenang Kepolisian Resort Kota Besar Medan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Elza mengaku telah menyurati Presiden dan Kapolri. Surat itu, berisi aduan atas tindakan sewenang-wenang Kapolrestabes Medan karena menangkap kembali Siwaji Raja dengan alasan memiliki novum atau alat bukti baru.
Setelah ditahan sejak Minggu (22/1/2017), Siwaji Raja alias RJ alias SR keluar dari Rumah Tahanan Polisi (RTP) Mapolresta Medan. Siwaji ke luar setelah permohonan praperadilannya dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Tapi, baru selangkah meninggalkan gerbang pintu masuk, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumatera Utara ini kembali ditangkap beberapa polisi berpakaian preman.
Elza pun mengadukan tindakan sewenang-wenang itu, kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ari Dono, Profesi dan Pengamanan Polri, dan Lembaga Kepolisian Nasional.
Selain karena melakukan tindakan sewenang-wenang, ucap Elza, pihaknya menyurati petinggi negara dengan alasan Polrestabes Medan tak menghormati putusan pengadilan. Elza juga menuding kepolisian telah melanggar Hak Asasi Manusia kliennya.
"Dahsyatnya lagi yang melecehkan hukum, penegak hukum. Ini kami sayangkan, kami telah laporkan hal ini ke Presiden, Kapolri, Kabareskrim, Propam, dan Kompolnas," ujar Elza di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).
Putusan pengadilan, melalui majelis hakim tunggal Erintuah Damanik mengabulkan praperadilan Siwaji Raja. Erintuah menganggap penyidik Polrestabes Medan tak memiliki bukti yang kuat menetapkan Raja sebagai tersangka penembakan Kuna. Atas putusan tersebut otomatis Raja harus bebas demi hukum. Terdapat tujuh poin dalam putusan tersebut:
1. Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon sebagian
2. Menyatakan penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor : Sp. Sidik/190/I/2017/Reskrim tanggal 18 Januari 2017 dan surat perintah penyidikan nomor: Sp. Sidik/199/I/2017/Reskrim tanggal 21 Januari 2017, surat perintah penangkapan Nomor: SP.KAP/45/I/2017/Reskrim tanggal 23 Januari 2017 dan surat perintah penahanan nomor: SP. HAN/23/I/2017/Reskrim tanggal 24 Januari 2017 TIDAK SAH dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya penetapan, penangkapan dan penahanan aquo tidak mempunyai hukum mengikat.
3. Memerintahkan termohon untuk segera mengeluarkan pemohon dari ruang tahanan Polrestabes Medan segera setelah putusan ini.
4. Menghukum termohon membayar uang pengganti Rp 1.000.000.
5. Memerintahkan termohon untuk merehabilitasi nama baik pemohon dalam 1 media cetak nasional dan 1 media televisi.
6. Menolak permohonan praperadilan untuk selebihnya.
7. Membebankan biaya perkara kepada termohon nihil.
Setelah ditahan sejak Minggu (22/1/2017), Siwaji Raja alias RJ alias SR keluar dari Rumah Tahanan Polisi (RTP) Mapolresta Medan. Siwaji ke luar setelah permohonan praperadilannya dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Tapi, baru selangkah meninggalkan gerbang pintu masuk, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumatera Utara ini kembali ditangkap beberapa polisi berpakaian preman. Polisi beralasan memiliki novum atau alat bukti baru untuk menjerat Siwaji sebagai tersangka diduga otak pembunuhan Kuna.
"Karena putusannya jeleas untuk mengeluarkan pemohon dari ruang tahanan, terus menghukum termohon uang pengganti Rp1 juta. Tanya dengan Polrestabes medan, apakah dia sudah membayar Rp1 juta ke kami? Itu kan' uang pengganti kepada kami," ujar Elza.
Kemudian Polrestabes Medan, ucap Elza, belum merehabilitasi nama Siwaji melalui penyiaran di satu media cetak nasional dan satu media televisi.
"Belum pernah dilakukan. Polisi tidak menghormati putusan pengadilan. Dahsyatnya lagi yang melecehkan hukum, penegak hukum," ujar Elza.
Elza menyayangkan sikap dari kepolisian Medan. Karena itu, dia telah melaporkan tindakan sewenang-wenang polisi ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ari Dono, Profesi dan Pengamanan Polri, dan Lembaga Kepolisian Nasional.
"Putusan pengadilan saja tak dihormati. Menahan kembali, itu sewenang-sewenang. Dasarnya ada bukti baru. Bukti baru yang mana?" ujar Elza.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.