Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

14 Nama jadi Amunisi KPK

Chairul Imam berharap KPK berani membuka 14 nama yang sudah mengembalikan uang terkait proyek e-KTP.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in 14 Nama jadi Amunisi KPK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menerima lentera yang diserahkan oleh Wakil Ketua Forum Rektor Asep Saefuddin sebagai simbol dukungan kepada KPK usai pertemuan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (17/3/2017). Forum Rektor dan Guru Besar Antikorupsi memberikan dukungan kepada KPK guna menuntaskan kasus korupsi e-KTP serta menolak revisi UU KPK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Pengamat Politik dari Indo Barometer Muhammad Qodari kemudian mengingatkan, citra KPK akan rusak apabila timbul pernyataan genit dari pimpinan KPK.

"Kerja KPK bisa rusak kalau timbul pernyataan-pernyataan genit dari pimpinan KPK. Saat ini pernyataan itu sudah mulai muncul," ungkap M Qodari.

Agus Sunaryanto mengingatkan kembali agar KPK tidak melibatkan diri dalam kepentingan politik. Persoalan korupsi e-KTP tidak hanya merugikan negara dalam jumlah besar.

Namun kasus tersebut juga melibatkan berbagai nama elite politik yang beberapa di antaranya masih menjadi pimpinan DPR, anggota DPR, serta ketua umum partai.

Baca: Polisi Belum Mau Ungkap Nama Tersangka Kasus Pungli di Samarinda

"KPK jangan berusaha menceburkan diri dalam politik. Karena tidak berpolitik saja, KPK akan mendapat serangan politik," ujar Agus.

Untuk itu, sikap kehati-hatian KPK dalam bertindak sangat diperlukan dengan tetap menjaga, fokus pada wilayah hukum. Dengan demikian, KPK akan tetap mendapat dukungan masyarakat.

Dua hari lalu, Serikat Karyawan Perum Percetakan Indonesia (PNRI) menyatakan dukungan kepada KPK dalam mengungkap kasus dugaan korupsi e-KTP ini.

Berita Rekomendasi

Ketua umum Serikat Karyawan PNRI Anggraini Mutiasari di Gedung KPK menyatakan karyawan merasa dirugikan dengan adanya pengerjaan proyek e-KTP.

Menurut Anggraini, sejak tahun 2014 hingga 2016, karyawan tidak lagi mendapatkan jasa produksi.

"Kami sampaikan kepada KPK untuk mengusut tuntas segala yang merugikan negara, maupun khususnya di Perum Percetakan negara RI untuk segera dapat diselesaikan," katanya.

"Setiap akhir tahun kami peroleh jasa produksi kesejahteraan, tetapi sejak 2014 sampai 2016, pasca pengerjaan e-KTP kami tidak lagi dapat jasa produksi. Kesejahteraan menurun," ucap Anggraini.

Dalam kesempatan itu, Anggraini juga menyerahkan bukti kejanggalan laporan keuangan kepada KPK. Dalam surat dakwaan, PNRI mendapatkan pembayaran Rp 1,6 triliun.


Namun terjadi selisih setelah dilakukan pemeriksaan dengan laporan keuangan.

"Ada selisih sekitar Rp 1,3 triliun. Perum PNRI merasa tidak menerima dan tidak ada laporannya itu. Yang di data, di laporan keuangan yang sudah diaudit," ujar Anggraini.

Saat ini, proses persidangan telah masuk pada tahap pemeriksaan saksi terdakwa dua terdakwa mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman. (tribun/ther/kcm)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas