Waspadai Bahaya Penyakit Tuberkulosis, Kota Bogor Lakukan Gerakan “Ketuk Pintu”
PPTI Kota Bogor bersama Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan gerakan “Ketuk Pintu” guna mendata penderita tuberkulosis di Kota Bogor. Menurut Drg. D
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PPTI Kota Bogor bersama Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan gerakan “Ketuk Pintu” guna mendata penderita tuberkulosis di Kota Bogor.
Menurut Drg. Dewi Windari, Wakil Sekretaris PPTI Kota Bogor, penderita kategori TB Resisten Obat (TB MDR) di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
“Sampai dengan tahun 2015 lalu, kami telah menemukan sekitar 90 penderita TB kategori MDR di Kota Bogor,” ungkapnya.
Bahkan, hasil survei tahun 2013 – 2014 mencatat angka insiden 339 per 100.000 penduduk, yang artinya Kota Bogor dengan Jumlah Penduduk 1 Juta jiwa, angka insiden berkisar 3.390 jiwa. Di tahun 2014-2016, tercatat jumlah Pasien TB Resisten Obat (TB MDR) sebanyak 96 orang.
Banyaknya penderita tuberkulosis juga diperparah dengan hasil cakupan program TB tahun 2016 kota Bogor 2.283 masih jauh dari target yang telah ditetapkan.
Atas dasar itulah, kasus TB dan kasus TB MDR makin banyak tersebar di seluruh Kelurahan Kota Bogor.
Realitas ini mendorong PPTI Kota Bogor lebih intensif melakukan berbagai upaya pencegahan TBC, seperti mencanangkan “Gerakan Masyarakat menuju Indonesia Bebas TB” pada peringatan hari TB sedunia pada 24 Maret 2017, melalui strategi gerakan “Ketuk Pintu”.
Gerakan ini berguna menemukan lebih banyak terduga TB, dan PPTI sebagai Pilot Project di Kelurahan Marga Jaya yang nantinya akan dilanjutkan pada semua Kelurahan di wilayah Kecamatan Bogor Barat.
Gerakan “Ketuk Pintu” ini juga akan melibatkan seluruh puskesmas dan para kader kesehatan serta jadi ajang edukasi terhadap masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis yang berbahaya.
Saat ini, tuberkulosis, HIV AIDS dan Malaria tercatat sebagai tiga penyakit menular yang menjadi perhatian utama masyarakat dunia.
Tingkat Kesakitan dan kematian yang diakibatkan serta besarnya jumlah orang yang terkena penyakit tersebut, menyebabkan ketiga penyakit itu tetap menjadi prioritas program kesehatan.
Berdasarkan Laporan WHO di tahun 2015, hasil survei prevalansi tuberkulosis Badan Litbangkes Kemenkes RI tahun 2013 – 2014 mencatat angka insiden TB adalah 399 per 100.000 penduduk dan angka prevalensi Tuberkulosis (TB) sebesar 647 per 100.000 penduduk.
Jika jumlah penduduk Indonesia berkisar 250 juta orang maka diperkirakan ada sekitar 1 juta pasien TBC baru dan sekitar 1,6 juta pasien TBC setiap tahunnya, sedangkan jumlah kematian karena tuberkilosis 100.000 orang per tahun, atau 273 orang per hari.
Situasi inilah yang menyebabkan Indonesia menempati peringkat ke-2 negara yang memiliki beban TBC tertinggi di dunia, setelah India.
Minimnya pengetahuan, kepedulian dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya tuberkulosis, memperburuk kondisi penderita tuberkulosis saat ini.
Menghadapi realitas itu, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, sektor swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),sehingga dapat mendorong peningkatan penemuan kasus TBC, agar penderita dapat segera didiagnosis dan diobati hingga sembuh (TOSS).
Melalui gerakan “Ketuk Pintu”, diharapkan masyarakat akan semakin peduli terhadap bahaya penyakit TBC, yang selama ini senantiasa mengancam kesehatan masyarakat.
Mulai kenali tanda-tanda dan gejala tuberkulosis (TBC) harus diwaspadai, seperti batuk yang lebih dari dua minggu, badan berkeringat, lemah lesu dan kurang nafsu makan yang berakibat berat badan menurun.
Apabila menemukan tanda-tanda tersebut, pemeriksaan rontgen dan dahak merupakan langkah awal untuk bisa memastikan apakah seseorang terkena TBC atau tidak.
“Kepada para penderita TBCyang memeriksakan diri di puskesmas dan beberapa rumah sakit tertentu akan diberikan obat secara gratis,” ungkap Dr. Dedet B. Utoyo, Msc, Ketua Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Kota Bogor.
Menurut Dr. Dedet B. Utoyo, pengobatan harus dijalani penderita dengan sangat disiplin serta mengikuti ketentuan pengobatan yang sudah ditetapkan selama 6 bulan berturut-turut dan tidak boleh terputus.
Sementara itu, bagi penderita yang positif TBC, selain berobat secara disiplin, penderita diharapkan selalu menggunakan masker agar penderita tidak menularkan kuman TBC kepada orang-orang di sekitarnya.
“Kalau penderita tidak bersikap disiplin dalam melakukan pengobatan, akibatnya bisa fatal Status penderita bisa meningkat dan masuk kategori MDR. Jika masuk kategori MDR, pengobatan yang harus dijalani menjadi 2 tahun berturut-turut tanpa terputus.”pungkas Dedet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.