BPPT Tunggu Payung Hukum e-Voting
BPPT mendorong agar pemerintah dan DPR segera memutuskan sekaligus membuat payung hukum untuk e-voting
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendorong agar pemerintah dan DPR segera memutuskan sekaligus membuat payung hukum untuk menetapkan pemungutan suara berbasis elektronik (e-voting).
Jika belum bisa dilaksanakan serentak pada Pemilu 2019, setidaknya dilakukan secara bertahap pada daerah yang sudah siap pada Pilkada serentak 2018.
"BPPT mendorong e-voting digunakan seluruh masyarakat, kuncinya di payung hukum, sekarang masih di Pansus DPR," kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Informasi Energi Material (TIEM), Hammam Riza, dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3/2017).
Hammam mengungkapkan, sejak 2015 BPPT sudah melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) secara elektronik di 526 desa yang tersebar di seluruh Indonesia. "Bahkan kita pernah lakukan e-voting serentak di 101 desa di Banyuasin Sumsel," kata dia.
Dia mengatakan, selama ini BPPT baru sebatas melaksanakan e-voting di level desa mengingat dasar hukumya hanya peraturan daerah (perda). "Pilkades kan acuannya Perda, kenapa kita ga lakukan di pemilihan bupati, wali kota atau gubernur, karena dasar payung hukum UU-nya belum ada," kata Hammam.
Hammam mengatakan, e-voting bisa dimulai dilakukan secara bertahap dan bergelombang pada Pilkada serentak 2018. Wilayah yang disasar seperti DKI, Jabar, Sumsel, Sulsel, Bantaeng atau Gorontalo. "Daerah-daerah telah melaksanakan pilkades secara elektronik," kata dia.
Hammam mengatakan, keunggulan penggunaan e-voting adalah waktu pelaksanaannya yang cepat dan mampu mencegah kecurangan pemilu sejak perhitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), rekapitulasi di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan di kabupaten/kota.
Selain itu, kata dia, pengiriman hasil langsung ke pusat dan tabulasi suara dapat dilakukan otomatis di setiap TPS. "Manfaat lain, penayanagan hasil berbasis web, menghasilkan jejak audit dan efisiensi waktu," kata dia.