Kotak Cor Jadi Saksi Bisu Perjuangan Patmi
Patmi adalah warga Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati yang ikut aksi bersama belasan perempuan dengan cara cor kaki
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suasana sedih dan haru terlihat di lantai dasar gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, pada Selasa (21/3/2017) siang. Para aktivitis dan warga Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, melepas kepergian Patmi (48).
Mereka memanjatkan doa dan mengheningkan cipta untuk mengenang Patmi. Di kesempatan itu pula mereka menyatukan tekad untuk terus melanjutkan aksi menolak rencana pendirian dan pengoperasian pabrik semen milik PT Semen Indonesia di Rembang dan di pegunungan Kendeng.
Berbagai karikatur bergambar petani bertuliskan 'Tolak Pabrik Semen! memenuhi ruangan yang penuh haru itu'. Ada juga kotak kayu bertuliskan 'Tolak Pabrik Semen, Kendeng Lestari'.
Di kotak kayu itu sepasang kaki, Patmi, pernah dicor demi menolak eksplorasi tanah mereka. Sejak Kamis (16/3) hingga menghembuskan nafas terakhir pada Selasa (21/3) dini hari, kaki Patmi yang dibungkus perban putih tercor di kotak itu.
Patmi adalah warga Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati yang ikut aksi bersama belasan perempuan dengan cara cor kaki di depan Istana Negara. Mereka tetap keukeuh mengecor kaki lantaran suara mereka sampai hari ini tak digubris.
Ani, perempuan asal Kendeng yang selama ini menjadi teman Patmi beraksi cor kaki di depan Istana mengisahkan perjuangan almarhumah. Sambil terus menangis, Ani mengatakan Patmi tak kenal berjuang demi kelestarian Gunung Kendeng. Kewajiban sebagai istri dan orangtua ditinggalkan hanya untuk keasrian lingkungan tempat tinggalnya.
Menurutnya, Patmi adalah orang pertama yang mengetahui ada perubahan lingkungan dari pengoperasian pabrik semen. "Ibu Patmi memperjuangkan lestarinya Gunung Kendeng itu sangat fokus. Ibu Patmi mulai mencium bau akan berdirinya pabrik semen, spontan langsung ikut gerakan," ujar Ani di Gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (21/3).
Ani menjelaskan, Patmi ikut gerakan tolak pabrik semen di Kendeng di berbagai aksi. Antara lain berjalan kaki seperti dari Pati ke Semarang, Rembang ke Semarang, dan aksi damai dari petilasan Nyai Ageng Ngerang di Kecamatan Tambakromo sampai ke Alun-alun Kabupaten Pati.
Selain itu, dia bersama dengan puluhan warga lainnya di sekitar Pegunungan Kendeng, ikut kegiatan mengecor kaki di seberang Istana Negara, Jakarta.
Perwakilan mereka diantaranya ada yang bertemu dengan Kepala Staff Presiden, Teten Masduki di Istana Negara, pada Senin lalu. ."Keluar dari istana, kami dengan teman sebanyak tujuh orang akan pulang sore. Tetapi tak tahu jadinya seperti ini," kata Ani sambil terisak-isak.
Sosok Gigih
Sayangnya, Patmi yang masih berjuang, harus terlebih dulu menghadap Sang Khalik. Ia mengembuskan napas terakhir pada Selasa dini hari di Rumah Sakit St. Carolus setelah didiagnosa oleh dokter menderita penyakit jantung.
"Semoga dengan berpulangnya Bu Patmi, seorang pejuang perempuan yang tangguh dan berani dari Pegunungan Kendeng Utara, karena Patmi adalah Patma yang artinya bunga, semoga ini adalah awal dari momentum muncul dan tumbuhnya bunga-bunga yang bermekaran, bunga-bunga perlawanan di seluruh penjuru nusantara," tutur Eko
Arifianto, perwakilan dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng. Di mata sesama pejuang kelestarian Pegunungan Kendeng, Patmi merupakan sosok yang gigih dan berani berjuang menegakan keadilan.
Warga Kendeng kembali berjuang untuk membebaskan lahan dari operasi pabrik semen. Hal itu karena Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mengupayakan agar PT Semen Indonesia beroperasi.
Hanya berselang sekitar satu bulan lebih sejak izin lama dicabut, pada bulan Februari 2017, izin baru lingkungan baru bernomor 660.1/0493 ditandatangani oleh Sugeng Riyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah.
Padahal, pada 4 Oktober 2016, gugatan Peninjauan Kembali (PK) warga Rembang dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Putusan MA nomor register 99/PK/TUN 2016, terkait peninjauan kembali menyatakan, izin lingkungan dan pertambangan PT Semen Indonesia di Rembang dibatalkan.
Meskipun telah jatuh korban, namun, perjuangan terhadap kelestarian lingkungan di sekitar akan tetap dilanjutkan. Warga sekitar bersama dengan aktivis lingkungan dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) tetap berupaya menjaga wilayah pegunungan kapur yang membentang di bagian utara Pulau Jawa tersebut.
Mantan Koordinator LSM KontraS dan juga pendamping warga Pegunungan Kendeng, Haris Azhar, mengatakan perjuangan akan tetap dilanjutkan. Meninggalnya Patmi akan memberikan semangat kepada masyarakat lainnya memperjuangkan kelestarian lingkungan.
"Ibu Patmi memberikan semangat kepada kami memperjuangkan kelestarian lingkungan itu menembus hidup dan mati. Dia bukan sekedar aksi bayaran, bukan tunggangan dari kepentingan asing yang sering difitnahkan. Ini perjuangan hidup dan mati buat warga Kendeng," tambahnya.
Patmi meninggalkan dua orang anak dan satu orang cucu. Anak pertama bernama Sri Utami (30) dan anak kedua bernama Muhamadun Da'iman (21). (tribunnews/glery lazuardi)