Hanura: Kalau Anggota KPU dari Parpol, Kecurangannya Hampir Nol
"Jadi kecurangan hampir bisa dikatakan nol di tingkat penyelenggara karena semua pihak saling mengawasi."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana menilai, wacana adanya unsur perwakilan partai politik dalam keanggotaan penyelenggara pemilu bisa dipertimbangkan.
Keanggotaan KPU yang berlatar belakang dari partai politik pernah diterapkan di Indonesia pada Pemilu 1999.
Menurut Dadang, hasil Pemilu 1999 relatif lebih baik dari sisi independensi penyelenggara pemilu.
"Waktu itu penyelenggara pemilu berasal dari semua parpol yang ada. Jadi kecurangan hampir bisa dikatakan nol di tingkat penyelenggara karena semua pihak saling mengawasi, karena semua ada di dalam," kata Dadang, melalui pesan singkat, Jumat (24/3/2017).
Akan tetapi, ia menekankan, penilaiannya ini bukan berarti menganggap KPU tidak jujur dan adil dalam penyelanggaraan pemilu selama ini.
Dalam melakukan tugasnya, KPU juga dibantu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta pengawas independen lainnya.
"Sebagai wacana, maka panitia penyelenggara dengan menggunakan model pemilu 1999 layak untuk dipertimbangkan kembali," kata dia.
Wacana unsur parpol dalam keanggotaan KPU mengemuka setelah Pansus RUU Pemilu melakukan kunjungan kerja ke Jerman dan Meksiko.
Di kedua negara itu, ada perwakilan parpol dalam komposisi penyelenggara pemilunya.
Keanggotaan KPU dari partai politik pernah diterapkan di Indonesia pada Pemilu 1999. Pada pemilu yang diikuti 48 partai politik itu, KPU terdiri dari unsur partai politik dan pemerintah.
Ketika itu, terdapat 53 komisioner KPU, yang dipimpin Mantan Menteri Dalam Negeri Rudini sebagai ketua.
Namun, aturan mengenai penyelenggara pemilu pada 1999 lalu tersebut dianggap menimbulkan banyak persoalan dalam teknis penyelenggaraan pemilu.
Penulis: Nabilla Tashandra