KPK Penting untuk Memanggil Paksa Miryam
Pegiat antikorupsi dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mendukung Jaksa KPK jika akan memanggil paksa Miryam S Haryani.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
"Cuma yang menjadi konsen kami adalah kami tidak mendapatkan surat sakitnya. Majelis kami harap bisa dapat copy surat sakit saksi agar kami bisa mengetahui, follow up surat sakit tersebut dengan tindakan-tindakan yang diperlukan," tutur Irene.
Irene menjelaskan, di dalam surat keterangan sakit itu tak dijelaskan Miryam menderita sakit apa. Di dalam surat itu hanya ada keterangan yang bersangkutan harus beristirahat selama dua hari.
"Tak ada sakit apa hanya yang bersangkutan sakit dan diperiksa, istirahat selama dua hari," tutur Irene.
Atas dasar itu, majelis hakim kemudian menunda sidang kasus dugaan korupsi KTP berbasis NIK ini dan akan dilanjutkan pada hari Kamis (30/3/2017).
Baca: Jelang Sidang, Miryam Masih Terbaring Sakit
Miryam akan dipanggil paksa apabila tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik.
"Nanti kami bisa upaya paksa. Jadi kalau tiga kali tak hadir kita bisa upaya paksa, hari ini kedua kali. Ini sudah dua kali. Besok yang ketiga," tambah Irene.
Pada sidang sebelumnya, majelis hakim mengonfirmasi isi berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam saat diperiksa di KPK.
Miryam kemudian membantah semua keterangan yang ia sampaikan soal pembagian uang dan mengaku ditekan, serta mendapat ancaman dari penyidik.
Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.
"Biar cepat saya keluar ruangan, terpaksa saya ngomong asal saja," kata Miryam.
Namun, majelis hakim merasa ada yang janggal terhadap bantahan Miryam. Sebab dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap.
Hakim akhirnya sepakat untuk verbal lisan atau mengkonfrontir keterangan Miryam dengan penyidik.