Ishomuddin Ngaku Diancam dan Dituduh Murtad Karena Jadi Saksi di Sidang Ahok
Contohnya adalah terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang menggerakkan berbagai aksi di Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahmad Ishomuddin, saksi ahli agama yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku menjadi bulan-bulanan. Setelah dirinya memberi keterangan pada persidangan dugaan penodaan agama.
Adapun hujatan itu datang ke nomor telepon hingga akun media sosial milik dirinya.
"Bully-nya berlebihan dan mengancam. Ada yang mengatakan saya murtad, diminta bertaubat, mengumpulkan uang receh. Seolah-olah saya menjual aqidah saya dan tekanan-tekanan yang sifatnya sangat tidak perlu," kata Ishomuddin, kepada wartawan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).
Ishomuddin merasa dirinya tak perlu meladeni hujatan yang datang padanya. Sebab, menurut dia, hal itu hanya menghabiskan waktu. Ishomuddin menjelaskan, dirinya hadir sebagai ahli agama bukan sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) maupun Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca: Bela Ahok di Persidangan, Maruf Amin Sebut Ishomuddin Tidak Dipecat dari Anggota MUI
Kemudian Ishomuddin diberhentikan dari jabatannya dan kini hanya menjadi anggota MUI. Pemberhentian tersebut dikabarkan karena Ishomuddin yang tak sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI terhadap kasus Ahok.
"Saya kan (jadi anggota) MUI diminta, bukan permintaan saya. Hubungan saya dengan kawan-kawan tetap baik, yang lebih tua tetap saya hormati," kata Ishomuddin.
Saat persidangan, Ishomuddin menganggap pendapat dan sikap keagamaan MUI memicu berbagai persoalan. Contohnya adalah terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang menggerakkan berbagai aksi di Indonesia.
Selain itu, Ishomuddin mengaku tak dilibatkan dalam penerbitan pendapat dan sikap keagamaan MUI. Ishomuddin juga menyebut seharusnya MUI melakukan tabayyun atau konfirmasi terlebih dahulu kepada Ahok sebelum menerbitkan pendapat dan sikap keagamaan.
"Misalkan Pak Ahok di depan umum mengatakan surat Al-Maidah apakah memiliki niat tertentu atau tidak, apakah bermaksud menghina ulama atau tidak, beliau harusnya dipanggil terlebih dahulu untuk diberi waktu cukup memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud hatinya waktu (menyampaikan pidato) itu. Karena niat itu adalah tempatnya di dalam hati, bisa diketahui apa isinya dengan penjelasan," kata Ishomuddin.
Sebelum Ahok ditetapkan bersalah, lanjut dia, harus melalui proses yang benar terlebih dahulu. Misalnya dengan melihat video pidato Ahok di Kepulauan Seribu secara utuh berdurasi 1 jam 48 menit. Bukan hanya melihat potongan video berdurasi 13 detik.
"Karena kita akan kehilangan konteksnya. Kita tidak akan memahami keseluruhan latar belakang, kalau hanya terpaku dengan video berdurasi 13 detik tersebut," kata Ishomuddin.
Dia tak memungkiri keterangan yang diberikannya di persidangan menimbulkan gejolak di internal MUI, hingga pada keputusan usulan pemecatan. Hanya saja, Ketua MUI Ma'ruf Amin membantah Ishomuddin diberhentikan setelah menjadi ahli di persidangan Ahok.
Ishomuddin diberhentikan karena tak aktif dalam berbagai kegiatan di lembaga tersebut.
"Pertanyaannya, mengapa mereka yang lain tidak aktif itu tidak diberi sanksi segera seperti saya. Dan pertanyaan kedua, mengapa sanksi kepada saya bertepatan dengan setelah saya memberi kesaksian," kata Ishomuddin.
Bersyukur jika dipecat dari MUI
Ishomuddin mengaku akan bersyukur jika dipecat dari keanggotaan MUI.
"Apabila saya diberhentikan (dari keanggotaan MUI), saya bersyukur kepada Allah, terimakasih kepada orang MUI. Karena jabatan bukan segalanya bagi saya," kata Ishomuddin.
Yang terpenting, lanjut dia, keadilan dapat ditegakkan. Kemudian masyarakat Indonesia dapat kembali bersatu dan permasalahan itu cepat selesai. Meski demikian, ia mengaku belum menerima surat resmi dari MUI.
"Saya belum mendapatkan surat yang resmi dari MUI bahwa saya diturunkan atau benar-benar diberhentikan," kata Ishomuddin.
Adapun Ahok menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Penulis: Kurnia Sari Aziza