Diduga Rugikan Negara Hingga Rp323 M, Polri Naikkan Kasus Korupsi PLTU-1 Kalbar ke Tahap Penyidikan
Dugaan korupsi yang terjadi pada periode 2008-2018 itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai RP 323,2 miliar.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri menaikkan status pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat dari penyelidikan ke penyidikan.
Dugaan korupsi yang terjadi pada periode 2008-2018 itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai RP 323,2 miliar.
Wadirtipidkor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menjelaskan adapun dinaikkannya pengusutan dugaan korupsi itu ke penyidikan setelah pihaknya lakukan gelar perkara pada Selasa 5 November 2024.
"Polri telah meningkatkan status penyelidikan kepada penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) tahun 2008 sampai dengan 2018 yang mengakibatkan pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat mangkrak atau tidak dapat dioperasikan," kata Arief dalam keterangan dikutip, Minggu (10/11/2024).
Arief menjelaskan dugaan korupsi itu mencuat setelah dalam pengerjaan pembangunan PLTU tersebut diduga telah terdapat unsur melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang.
Awalnya kata Arief pada tahun 2008 dilaksanakan proses lelang terkait pembangunan PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2x50 Megawatt (MW) dimana sumber anggarannya berasal dari PT PLN.
Hingga akhirnya KSO BRN ditunjuk sebagai pemenang lelang daripada pembangunan PLTU tersebut.
"KSO BRN sebagai pihak yang ditunjuk pemenang lelang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dalam tahap prakualifikasi dan evaluasi penawaran administrasi dan teknis dalam proses pelelangan," kata Arief.
Meski begitu dalam praktiknya tetap terjadi penandatanganan kontrak antara RR selaku Direktur Utama PT BRN sekaligus mewakili konsorsium BRN dengan FM selaku Dirut PT PLN (persero).
"Dengan nilai kontrak sebesar USD 80 Juta dan Rp507 M atau sekitar Rp1,2 T dengan kurs saat ini," jelas Arief.
Setelah adanya penandatanganan lanjut Arief, KSO BRN justru mensubkonkan atau mengalihkan seluruh pekerjaan proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar kepada pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE yang merupakan perusahaan energi asal Tiongkok.
Imbasnya dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga, pembangunan PLTU 1 Kalbar 2x50 MW mengalami kegagalan atau mangkrak, sehingga tidak dapat dimanfaatkan sejak 2016.
"Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI terdapat indikasi kerugian keuangan negara sebesar mencapai USD 62,410 juta dan Rp 323,2 miliar," pungkasnya.