Jadi Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja Sempat Takut Bernasib Seperti Patrialis Akbar
Rahmat Bagja mendaftar di detik-detik terakhir pendaftaran seleksi Bawaslu periode 2017-2022.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rabu (5/4/2017) lalu, DPR akhirnya mengesahkan tujuh anggota KPU dan lima anggota Bawaslu periode 2017-2022.
Dalam sidang paripurna, seluruh anggota DPR menyepakati hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Komisi II DPR.
Untuk lolos menjadi komisioner Bawaslu dan KPU, para kandidat menjalani perjuangan yang cukup berat.
Rahmat Bagja mendaftar di detik-detik terakhir pendaftaran seleksi Bawaslu periode 2017-2022.
Banyak pertimbangan yang diambil dosen Universitas Al-Azhar ini untuk mengikuti seleksi.
"Saya hari terakhir baru ikut pendaftaran. Awalnya mikir apa bisa menjalankan tanggung jawab," ujar Rahmat kepada Tribun.
Baca: Kisah Ilham Saputra Bersaing Jadi Komisioner KPU, Bolak-balik Aceh-Jakarta Selama Ikuti Seleksi
Pertimbangan yang paling berat menurut Bagja adalah godaan yang datang jika dirinya terpilih sebagai anggota Bawaslu.
Terlebih sebelum dia terpilih, Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan istrinya, Ita Kurnia, sempat mewanti-wanti agar dia untuk tidak tergiur ketika terpilih.
"Bang kalau seperti ini ngeri juga. Kalau abang khilaf," ujar Rahmat menirukan pesan istrinya.
Rahmat mengatakan bahwa rekam jejaknya bisa hancur jika tersangkut kasus hukum.
Namun pemikiran tersebut dibuang jauh-jauh oleh Rahmat dengan tujuan untuk membenahi proses pengawasan pemilu di Indonesia.
Rahmat juga meminta restu kepada ibundanya sebelum mendaftar.
"Saya ingin mengabdikan tenaga dan pikiran saya untuk masyarakat. Selama ini saya hanya sebagai orang di belakang panggung, sekarang saya ingin menjadi yang mengambil keputusan," ujar Rahmat.
Selain sebagai dosen, Rahmat sudah akrab dengan dunia pemilihan umum sejak masih kuliah. Dia pernah mengikuti beberapa lembaga swadaya masyarakat yang konsen dalam pemilihan umum.
Pada 2012, dia tergabung dalam tim ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk merumuskan kode etik penyelenggaraan pemilu.
Dia juga menjabat sebagai tenaga ahli Badan Kehormatan DPR.
Rahmat bertekad untuk memperbaiki akses informasi untuk peserta pemilu. Mulai dari akses terhadap formulir C1, DD1, BB1.