Anggaran Tahun Jamak Proyek E-KTP Pernah Ditolak Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan RI menolak tahun jamak anggaran proyek KTP elektronik (e-KTP).
Penulis: Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan RI menolak tahun jamak anggaran proyek KTP elektronik (e-KTP).
Hal tersebut dinyatakan Direktur Keuangan Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan, Sambas Maulana dalam kesaksian sidang kasus KTP elektronik yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2017).
Mengenakan pakaian ungu, ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut ditolak karena APBN disusun persatu tahun, jadi tidak mungkin anggaran atau APBN itu bersifat tahun jamak.
"Pada saat diajukan, dengan istilah anggaran tahun jamak, maka Kementerian Keuangan, menolak. Karena anggaran atau APBN ini disusun persatu tahun, jadi tidak memungkinkan anggaran atau APBN itu bersifat multi-years (tahun jamak)," kata Sambas Maulana.
Dengan demikian, apabila akhir tahun ada sisa anggaran, maka sisa dana yang tersedia tidak bisa digunakan di tahun anggaran berikutnya.
Karena ditolak, Kementerian Dalam Negeri kemudian mengajukan kembali pandaan e-KPT dengan kontrak multi years atau multi years contract. Artinya adalah kontrak pekerjaan yang membebani APBN murni lebih dari setahun.
Setelah diaetujui oleh Kementerian Keuangan kontrak tahun jamak, ternyata sampai akhir Desember 2011 ada pekerjaan yang tidak dilakukan karena pelaksanaan pekerjaan ini tidak dimulai di awal anggaran.
Keterlambatan atau tidak terlaksana pekerjaan itu karena mulai juni 2011 sehingga ada pekerjaan yang tersisa, sekitar 56 juta e-KTP yang tidak bisa dicetak TA 2011 dengan biaya Rp 1,045 T.
Sisa pekerjaan itu kemudian dilanjutkan di tahun anggaran 2012 dan sudah tersedia anggaran Rp 3,61 triliun. Kemudian diajukan lagi untuk tahun anggaran 2013.
"Kementerian Dalam Negeri minta ke Kementerian Keuangan persetujuan multi-years yang direncanakan 2011-2012, diminta diperpanjang jadi 2011-2013. Dengan kontrak yang sama, tidak lebih dan kurang Rp 5,9 T triliun," kata Sambas.(*)