Jaksa Tunda Bacakan Tuntutan Ahok, Jusuf Kalla Bilang Tidak Apa-apa
Kalau demi kondusifitas juga tidak apa-apa sampai pilkada selesai karena tidak akan mengurangi substansi proses hukum," kata JK.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa tertundanya pembacaan tuntutan kepada terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bukan masalah yang besar.
Jusuf Kalla (JK) menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum bisa lebih berhati-hati dalam menyampaikan tuntutan hingga harus menunda pembacaan tuntutan hingga usai pilkada serentak 2019.
"Kalau memang itu masalah teknis, ya biasa saja. Kalau demi kondusifitas juga tidak apa-apa sampai pilkada selesai karena tidak akan mengurangi substansi proses hukum," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (11/4/2017)
Baca: Ini Jawaban Jaksa Dituduh Ada Intervensi Politik Tunda Sidang Ahok
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI.
Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Pernyataanya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP
Jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan penodaan agama meminta maaf lantaran kurang memiliki waktu untuk menyusun amar tuntutan.
Hal itu diungkapkan Ketua tim jaksa penuntut umum Ali Mukartono dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).
"Yang Mulia Ketua Majelis, tim penasihat hukum yang kami hormati, memang sedianya persidangan hari ini pembacaan tuntutan dari penuntut umum, kami sudah berusaha sedemikian rupa, waktu satu minggu tidak cukup bagi kami," kata Jaksa Ali.
Namun, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mempertanyakan alasan waktu yang tidak cukup untuk membuat tuntutan. Padahal tim JPU yang bertugas dalam kasus ini terdiri lebih dari lima orang.
"Saudara penuntut umum ini belum selesainya ngetiknya atau rentunnya? Orang segini banyak kok masa ngetik gak bisa dibagi-bagi," kata Hakim Budi.