Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Diminta Segera Selesaikan Polemik Pimpinan DPD

Untuk menyelesaikan polemik kepemimpinan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, pemerintah diminta turun tangan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
zoom-in Pemerintah Diminta Segera Selesaikan Polemik Pimpinan DPD
Adiatmaputra Fajar Pratama/Tribunnews.com
Ricuh Anggota DPD RI, bentangkan poster 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menyelesaikan polemik kepemimpinan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, pemerintah diminta turun tangan. Pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo, agar melihat persoalan secara jernih dan tak membiarkan persoalan berlarut-larut.

Anggota DPD asal Sulawesi Tengah, Nurwamati Dewi Bantilan, mengatakan
pemerintah seharusnya tidak menerima pimpinan DPD yang ilegal seperti saat mengundang waktu pelantikan Hakim MK, KPU, dan Bawaslu di Istana Negara, pada beberapa waktu lalu.

“Kami melihat pemerintah seperti melakukan pembiaran," ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/4/2017).

Menanggapi perkembangan di DPD, dia tetap menginginkan DPD menghormati hukum di Indonesia. Menurut dia, proses terpilihnya Oesman Sapta Odang, tidak berdasarkan hukum yang berlaku karena, pertama, pemilihan berlangsung setelah Sidang Paripurna ditutup oleh GKR Hemas dan Farouk Muhammad yang memimpin sidang waktu itu.

Kedua, ketika sidang pemilihan Oesman Sapta Odang, Nono Sampono dan Damayanti Lubis jumlah anggota tidak cukup atau tidak quorum karena sebagian anggota sudah meninggalkan ruang sidang.

Ketiga, pemilihan itu berlangsung setelah Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar DPD kembali ke Tata Tertib (Tatib) No.1 tahun 2014 yang menyebutkan jabatan Pimpinan DPD berlangsung selama lima tahun.

“Kalau berlangsung pemilihan pimpinan DPD yang baru itu dasarnya apa? Kok hukum tidak dihormati? Kan MA sudah memerintahkan agar kembali ke Tatib yang lama. Masa menggunakan Tatib baru. Membuat tatib itu kan harus melalui alat kelengkapan, harus ada Pansus, tidak bisa begitu saja,” kata dia.

BERITA TERKAIT

Meskipun mengaku bukan pendukung GKR Hemas, dia menganggap GKR Hemas dan Farouk Muhammad sebagai Pimpinan DPD sah. Itulah sebabnya pada 11 April lalu menyerahkan laporan hasil kerja selama reses ke GKR Hemas dan Farouk Muhammad, bersama beberapa anggota DPD lainnya.

“Bu Hemas dan Pak Farouk itu tetap pimpinan DPD yang legal. Yang sekarang itu, Pak OSO, ilegal. Makanya kami meminta kepada Mahkamah Agung agar membatalkan penuntunan pengucapan sumpah Pak OSO dan yang lainnya pada tanggal 4 April lalu,” tuturnya.

Dia yakin Putusan MA yang memerintahkan agar DPD kembali ke Tatib lama sudah dipertimbangkan dengan matang. Kedatangan Wakil Ketua MA Non Yudisial Suwardi untuk menuntun pengambilan sumpah tanggal 4 April 2017, dia menilai, karena mendapat masukan yang salah dari Sekjen dan anggota DPD yang menemuinya.

“Waktu itu kan Yang Mulia Ketua MA dan dua hakim yang membuat putusan mengembalikan ke Tatib lama sedang umroh. Kami yakin putusan itu sudah dipertimbangkan dengan sangat matang. Makanya kami menunggu sikap MA atas surat yang kami kirimkan," ujarnya.

Dia menyayangkan kebijakan Kepala Biro Pimpinan (Karopim) DPD yang sudah mengambil tindakan meminta fasilitas yang dipakai pimpinan DPD, seperti kendaraan dinas yang selama ini dipakai GKR Hemas.

Dia membantah pemberitaan yang menyebutkan GKR Hemas menyerahkan kendaraan dinas itu sebagai bentuk pengakuan atas pimpinan DPD saat ini.

“Saya sudah telepon Bu Hemas kendaraan itu memang diminta Sekjen. Tetapi Bu Hemas tidak mengembalikan atau mempertahankan. Toh dia sehari-hari tidak memakai kendaraan itu. Mobil itu hanya dipakai untuk ke Istana setiap tujuh belas Agustus. Bu Hemas dan Pak Farouk itu bukan orang yang mau mempertahankan jabatan ya. Mereka orang yang taat hukum. Jadi tetap menganggap pimpinan DPD sekarang itu ilegal,” kata dia.

Dia merasa resah banyaknya anggota partai politik ke DPD. Masuknya anggota partai politik di DPD, menurut Nurmawati, bukan saja meresahkan sebagian anggota DPD yang bertugas di Senayan, tetapi konstituen di daerah. Masyarakat di beberapa provinsi yang ingin aspirasinya diwakili oleh anggota DPD mulai menunjukkan kemarahan atas apa yang terjadi di DPD akhir-akhir ini.

Dia sependapat dengan sikap masyarakat yang protes karena masuknya orang-orang Partai Politik di DPD.

“Masyarakat di daerah pemilihan saya mulai protes dan mereka minta agar DPD dibubarkan kalau diisi orang-orang partai. Selama ini mereka kan merasa terwakili oleh anggota DPD karena DPD tidak mewakili partai. Kalau orang Partai Politik yang masuk akan memperjuangkan partai, bukan daerah," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas