Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Dramatis 2 Pilot TNI AU Selamatkan Jet Tempur Sukhoi dari Kecelakaan di Langit Jakarta

“Saya sampaikan bahwa pesawat kami kena bird strike dan meminta prioritas mendarat, walaupun saya belum tahu apakah itu bird strike atau bukan,”

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kisah Dramatis 2 Pilot TNI AU Selamatkan Jet Tempur Sukhoi dari Kecelakaan di Langit Jakarta
Sumber gambar: Suharso Rahman
Letkol Pnb Anton Pallaguna dan Lettu Ahmad Finandika mendapatkan Sertifikat Well Done dari KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. 

“Karena saat itu kami masih butuh ketinggian,” jelas Anton yang kemudian mempertahankan pesawatnya terbang di ketinggian 1.200 kaki.

Hal itu dilakukan selain untuk menyelamatkan pesawat, juga pada saat itu masih sekuens lepas landas bagi pesawat-pesawat lainnya yang akan melaksanakan geladi.

Seperti diketahui, dari 132 pesawat yang dikerahkan oleh TNI AU dalam geladi HUT TNI AU tersebut, sedikitnya 74 pesawat dan 152 penerbang melakukan penerbangan dari Lanud Halim.

Ada konsekuensi

Dimatikannya mesin sebelah kiri, lanjut Anton, sebenarnya bisa membawa konsekuensi di mana landing gear tidak berfungsi, generator sebelah kiri tidak berfungsi, nose wheel steering tidak berfungsi, dan perangkat-perangkat lain juga tidak berfungsi.

Namun, sekali lagi, dengan mematikan mesin sebelah kiri, paling tidak Anton berpikir pesawat yang ia awaki akan terhindar dari kemungkinan ledakan.

Setelah itu Anton menyampaikan kondisi Mayday kepada tower dan meminta prioritas pendaratan.

Berita Rekomendasi

Anton menyampaikan bahwa pesawatnya terkena serangan burung (bird strike) karena itu yang paling mungkin terjadi melihat indikator-indikator yang menyala.

“Saya sampaikan bahwa pesawat kami kena bird strike dan meminta prioritas mendarat, walaupun saya belum tahu apakah itu bird strike atau bukan,” katanya.

Dalam briefing pagi sebelum penerbangan dilaksanakan disampaikan, apabila kondisi terburuk dialami penerbang dengan pesawatnya yang mengharuskan penerbang melakukan eject, maka daerah yang dianggap “aman” untuk melaksanakan hal itu di wilayah Lanud Halim adalah di lapangan golf atau di atas landasan.

Anton menyampaikan pesan Mayday kepada tower dan meminta prioritas pendaratan dengan harapan agar pesawat-pesawat yang ada di landasan segera menghindar. Sementara lapangan golf tidak dipilihnya karena ia tidak yakin di tempat itu sedang tidak ada orang.

Untuk mengurangi bahan bakar di pesawat sehingga bisa mendarat walau dengan kondisi batas maksimum, Anton memanfaatkan perhitungan waktu lima menit yang ia pilih.

Pertimbangannya, generator di pesawat hanya mampu menyuplai listrik selama 10 menit. Kedua, bila terlalu lama di udara pun kemungkinan-kemungkinan terburuk lainnya bisa terjadi.

Ia juga tidak langsung memilih eject, tetapi berupaya melakukan pendaratan secepatnya. “Kalau eject mungkin pilot selamat, saya selamat, tapi saya tidak menjamin kondisi di bawah bagaimana. Orang lain bisa terkena musibah,” ungkapnya.

Halaman
123
Sumber: Angkasa
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas