Bacakan Pledoi, Ahok Bercerita Pertemuannya dengan Anak-anak TK dan Film 'Finding Nemo'
"Saya pikir bagaimana menjelaskannya ke anak kecil. Saya langsung teringat film Finding Nemo, dicari di Youtube."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyebut dirinya bagai Nemo, ikan kecil dalam film kartun 'Finding Nemo,' dalam pledoinya di depan Majelis Hakim, Ahok memapar latar belakangnya kepada wartawan yang mencecarnya.
"Saya kan sering terima anak-anak TK ke Balai kota terus ada anak-anak TK yang membuat pertanyaan, 'Kok Bapak berantem sama semua orang, kok melawan arus?' Ini anak kecil, anak TK. Saya pikir bagaimana menjelaskannya ke anak kecil. Saya langsung teringat film Finding Nemo, dicari di Youtube, diputarkan," kisahnya.
"Saya jelaskan ke anak-anak itu: Kadang-kadang ada sekelompok orang di negeri ini memang salah arah, korupsi merajalela, anggaran dimainkan. Mau tidak mau saya mesti teriak arahnya salah. Kalau arahnya ke sana terus rakyat tidak ada pembangunan," tambahnya.
Saat mengisahkan pertemuannya dengan anak-anak TK itu Ahok sempat ditegur Ketua Majelis Hakim, bahwa ia harus fokus.
Kepada wartawan, Ahok mengaku, karenaa melawan arus itu, dia bisa menyelamatkan anggaran.
"Lihat saja dua, tiga tahun terakhir ini, pembangunan luar biasa di Jakarta. Uang begitu hemat, semua jaminan, tunjangan dapat. Itu karena arahnya benar. Walaupun ini orangnya (para politikus) ngamuk."
"Tapi kamu juga mesti siap. Kalau kamu terkapar yang teriak ketakutan cuman keluarga kamu, belum tentu ikan yang kamu tolong berterima kasih sama kamu. Dia bisa merasakan semua jaminan, tapi kalau ada kebencian, dia tidak akan terima kasih sama kamu. Makanya saya buat pledoi judulnya 'Melayani walaupun difitnah'."
Ahok pun langsung meninggalkan para wartawan, "Itu saja, aku mau balik kerja nih. Waktunya tinggal lima bulan soalnya", katanya kepada para wartawan.
Unsur 'Golongan' dalam Pasal 156 tak terpenuhi
Tim pengacara bersikeras Ahok harus dibebaskan karena menurut mereka, tuntutan jaksa yang menggunakan Pasal 156 tidak berdasar.
Pasal 156 KUHP menyatakan permusuhan dan kebencian terhadap suatu golongan.
Tim kuasa hukum mempertanyakan siapa 'golongan' yang dimaksud.
"Dalam pidato Pak Ahok (di Kepulauan Seribu) mengutip apa yang terjadi di Bangka Belitung. Loh kok dalam dakwaan yang muncul agama Islam dan Ulama. Kapan Pak Ahok merendahkan agama Islam? Tidak pernah," kata I Wayan Sudirta, salah satu pengacara Ahok.
"Kita sering jelaskan siapa orang yang dimaksud: elit politik. Ini kok lompat menjadi ulama?"
"Jika ulama dianggap sebagai 'golongan' karena Pasal 156 mewajibkan 'terhadap suatu golongan'. Apakah ulama bisa dianggap sebagai golongan? Kalau ada golongan dan sebagian tidak setuju, berarti golongan itu tidak terpenuhi", tambah Sudirta.
"Kalau menyebut golongan ulama, harus seluruh ulama. Ini banyak ulama NU, ulama-ulama lain, menyatakan tidak ada penistaan. Saksi kita juga ulama. Jadi tidak terpenuhi unsur golongan ini."
"Kalau ada beberapa ulama, boleh saja. Tapi tidak boleh dengan Pasal 156. Harus menggunakan Pasal Penghinaan Pribadi."
"Oleh karena itu Pak Ahok harus bebas".
Putusan hakim akan dibacakan pada 9 Mei mendatang, atau dua minggu mendatang.