Saksi Pemilu Dibiayai APBN Akan Sia-sia Jika Tidak Ada Keterikatan Hukum Dari Pengawas
"Mau berapapun dana yang digelontorkan untuk pengawasan kalau tak ada keterikatan hukum dari para pengawas, sia-sia saja,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengkritisi usulan DPR soal saksi Pemilu dibiayai APBN.
Menurut Siti Zuhro yang mendesak untuk dibangun saat ini adalah kualitas penegakan hukum yang adil.
Hukum yang tegak menurutnya akan menjadi kunci penting dalam demokrasi dan pemilu yang berkualitas.
"Mau berapapun dana yang digelontorkan untuk pengawasan kalau tak ada keterikatan hukum dari para pengawas, sia-sia saja," kata Siti Zuhro kepada Tribunnews.com, Rabu (3/5/2017).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut ada usulan dari DPR agar saksi saat pemilu dibiayai APBN.
Hal itu disinggung Tjahjo saat ditanya wartawan soal perkembangan pembahasan Rancagan Undang-undang (RUU) Pemilu.
"DPR ingin saksi (dibiayai) dari APBN. Itu usulan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu, kami tak bisa sebutkan satu partai saja," kata Tjahjo di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Sebab, jika usulan tersebut disetujui, sekali pencoblosan negara harus menganggarkan sekitar Rp 10 triliun.
Begitu pula jika terjadi putaran dua, negara harus kembali menganggarkan dana sebesar Rp 10 triliun untuk membiayai seluruh saksi.
Padahal, masih banyak pula kebutuhan di sektor lain yang harus dibiayai negara.
"Saksi kan kalau per orang sekitar Rp 300.000. Ini Rp 10 triliun sekali coblosan. Kalau ada tahap kedua ada lagi. Kalau Rp 10 triliun sampai Rp 20 triliun buat bangun SD kan sudah bisa banyak," ujar Tjahjo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.