Wiranto Amati HTI Sejak Menjabat Pangdam Jaya Tahun 1994
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo harus tunjukkan semua bukti pelanggaran yang dilakukan HTI, termasuk tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo harus tunjukkan semua bukti pelanggaran yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), termasuk tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.
"Biar gak berujung pada polemik," ujar pengamat politik Indria Samego, Jumat (12/5/2017).
Indria menyesalkan mengapa dahulu pemerintah mengakui status HTI. Karena dengan sekarang dibubarkan, hal ini membuktikan inkonsistensi yang bisa jadi bumerang.
"Jadi harus ada pemaksaan hukum (law enforcement) secara tegas dan konsisten kepada siapa pun. Negara harus hadir di mana pun," tegasnya.
Karena menurutnya, agama tidak boleh dieksploitasi di negara yang menghargai kemajemukan.
"Eksploitasi dan eksklusivitas hanya akan mengundang kecemburuan dan pada gilirannya disintegrasi," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengaku sempat beberapa kali hadir di acara yang diadakan HTI.
Ia akui hal itu sejak menjabat sebagai Pangdam Jaya pada 1994 lalu.
"Sejak saya (masih menjabat) Pangdam (Jaya), saya dapat undangan dari HTI, dan kewajiban saya hadir, hadir bukan berarti setuju, karena ingin melihat perkembangannya seperti apa," ujar Wiranto.
Kini, ia menegaskan, pemerintah telah memiliki bukti terkait HTI. Pemerintah menilai keberadaan HTI bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Pemerintah sudah punya cukup bukti dari berbagai aktivitas yang dilakukan, itu sudah cukup bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah hukum untuk mengamankan negeri kita sendiri," ujarnya.
Karena itu, ia tidak ambil pusing atas penolakan yang sudah ditegaskan juru bicara HTI, Ismail Yusanto, atas rencana pemerintah melakukan pembubaran ormas pengusung gagasan khilafah tersebut.
"Tidak apa-apa, penolakan itu biasa, itu bagian dari upaya hukum yang bersangkutan," katanya.
HTI oleh pemerintah dianggap tidak berkontribusi terhadap pembangunan nasional, bertentangan dengan Pancasila dan bertentangan dengan UUD 1945.