Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mensos: Sejarah Mencatat, Bangsa Ini Berdiri di Atas Keberagaman

Ia menyontohkan menjelang Ramadan ada perbedaan pandangan soal salat tarawih. Di satu masjid salat tarawih 8 rakaat, di masjid lainnya 20 rakaat.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Mensos: Sejarah Mencatat, Bangsa Ini Berdiri di Atas Keberagaman
TRIBUN/HO
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyampaikan arahannya dalam acaranya Rakor Penanggulangan Bencana di Jakarta, Rabu (3/5/2017). Rapat koordinasi dan kerjasama tersebut mengusung tema "Akselerasi Perlindungan Sosial Korban Bencana Melalui Integrasi Sistem Penanggulangan Bencana". TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan diperlukan keikhlasan semua pihak untuk saling menghargai, menghormati, dan memperkuat persaudaraan agar tidak terjadi perpecahan.

Ujaran Mensos tersebut menyikapi berbagai persoalan bangsa dan perbedaan pendapat yang akhir-akhir ini mengemuka baik di media sosial maupun dalam kehidupan sosial politik kebangsaan.

"Bangsa Indonesia menjadi besar seperti sekarang karena keragaman atau kebhinekaan yang kita jaga dan kita tempatkan sebagai potensi efektif bangsa. Dari dulu sampai sekarang perbedaan itu ada dan menjadi bagian dari kekayaan kearifan bangsa. Suku, agama, warna kulit, tradisi, bahasa dan perbedaan pendapat satu kelompok dengan yang lain dapat berjalan secara harmoni. Perjalanan sejarah bangsa mencatat bangsa ini berdiri di atas keberagaman, dan kita dapat hidup berdampingan secara damai," paparnya saat memberikan arahan dalam Harlah Muslimat NU ke-71 di Mojokerto, Minggu (14/5/2017).

Ia menyontohkan menjelang Ramadan ada perbedaan pandangan soal salat tarawih. Di satu masjid salat tarawih 8 rakaat, di masjid lainnya 20 rakaat.

Perbedaan semacam ini hendaknya disikapi dengan bijak dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Contoh lainnya adalah salam di setiap daerah yang berbeda-beda, misalnya orang di Jawa Barat menyapa dengan "Sampurasun" dijawab "Rampes", di Nias mereka bersalam dengan "ya ahowu" di Batak mereka menyapa dengan berucap "horas" di Pegunungan tengah Papua sebagian besar mereka bersalam dengan berucap "wah wah wah wah wah" dan sebagainya. Intinya adalah salam untuk kebaikan.

Karena itu, lanjutnya, apabila dalam kehidupan sehari-hari terdapat perbedaan terhadap sebuah paham atau pendapat, maka hendaknya semua pihak dapat menahan diri, tidak mudah terprovokasi yang nantinya akan merugikan bangsa.

Berita Rekomendasi

Dikatakan Mensos, sebagai bangsa yang besar dan beragam, ada banyak tantangan dan ancaman yang menginginkan Indonesia terpecah-belah.

Tantangan ini tidak hanya dihadapi Indonesia, namun juga negara-negara lain.

Ia mencontohkan di Afrika bebetapa negara mengalami konflik akhirnya terpecah-belah, di Timur Tengah juga terjadi perpecahan demikian pula di Afganistan dan Pakistan.

"Tentu kita harus menjaga jangan sampai terjadi konflik yang berdampak pada perpecahan. Maka mari perkuat persaudaraan dalam Islam dan perkuat persaudaraan kebangsaan. Serta persaudaraan sesama warga bangsa. Jangan mudah terprovokasi lantas mudah marah dan tersinggung. Jangan sampai khusnudzon (prasangka baik) tergeser menjadi suudzon (prasangka buruk)," katanya.

Khofifah juga mengajak menyerukan semua pihak menyatukan langkah membangun negeri dan menjaga NKRI. Bagi umat Islam, perbanyak shalawat kepada nabi agar hati tentram dan mampu berpikir jernih menghadapi setiap perbedaan dan persoalan. Kalau bangsa ini aman dan damai, masyarakat dapat tenang beribadah, nyaman beraktivitas, dan bisa bekerja dengan baik.

"Bangsa ini tidak bisa disebut Indonesia jika tidak ada NTT, Bali, Papua, Jawa Timur dan sebagainya. Itulah persaudaraan yang kita bangun. Jangan pernah berhenti mencintai negeri ini, yang telah memberikan banyak hal kepada kita," ujar Khofifah. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas