Waspada Serangan Virus 'Wannacry' Jilid 2
Ketua Tim Koordinasi dan Mitigasi Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional mendeteksi Ransomware atau Malware WannaCry Decryptor jilid 2.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Koordinasi dan Mitigasi Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Gildas Deograt Lumy mendeteksi Ransomware atau Malware WannaCry Decryptor jilid 2.
"Selang beberapa waktu setelah Malware WannaCry itu menyerang, muncul Malware WannaCry versi 2. Kami mendeteksi virus itu tidak jauh berbeda dengan WannaCry versi 1," kata Gildas.
Meskipun demikian, dia mengungkapkan sampai saat ini, pihaknya masih terus mempelajari Malware WannaCry versi 2 tersebut.
"Kami masih pelajari yang versi 2 itu. Kami tahu itu sejak Sabtu (13/5/2017) malam. Akan tetapi, sampai sekarang, yang paling krusial itu masih yang versi pertama," ujar Gildas.
Oleh karena itu, dia pun mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak membuka sembarang dokumen yang ada di komputer maupun laptop.
"Harus dipastikan sistem patch-nya sudah diperbarui (update) dan jangan menggunakan sistem operasi Windows yang tidak resmi alias bajakan. Dikhawatirkan virus itu asal menyerang, tidak ada target tertentu, jadi siapa saja bisa kena," ujar Gildas.
Badan Intelijen Negara (BIN) meminta semua pihak waspada dengan software atau serangan perangkat lunak bernama WannaCry yang dilancarkan kelompok peretas Shadow Brokers.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal Polisi Budi Gunawan menjelaskan bahwa untuk mengantisipasi serangan serupa, semua pihak harus mengubah paradigma pengamanan sistem informasi dari sistem konvensional seperti firewall dan antivirus, menjadi sistem yang lebih terintegrasi.
"Harus mulai mengubah paradigma sistem pengamanan informasi, dari pengamanan informasi konvensional seperti Firewall dan Antivirus, menjadi ke arah sistem pengamanan terintegrasi yang memiliki kemampuan deteksi serangan secara dini ke seluruh komponen sistem informasi yang digunakan," ujarnya.
Konsolidasi dan koordinasi juga harus terus dilakukan antara instansi yang bergerak di bidang intelijen. Sehingga pertukaran informasi dapat berjalan dengan lancar dan antisipasi dapat dilakukan dengan lebih efektif bagi mereka yang belum terkena serangan tersebut.
Salah satu institusi yang sudah menjadi korban, adalah Rumah Sakit Dharmais dan Rumah Sakit Harapan Kita.
Serangan itu melumpuhkan pelayanan rumah sakit kepada masyarakat yang tengah membutuhkan pelayanan kesehatan.
"Dan dikhawatirkan akan menyerang sistem informasi instansi lainnya dan pengguna komputer secara umum," katanya.
Baca: Polisi Menduga Dosen ITB Tewas karena Bakar Diri dan Lompat ke Jurang
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.