Saksi Kasus E-KTP Mengaku Keselamatannya Terancam
"Saya minta maaf harus pakai telekonferensi ini, tapi ini menyangkut keselamatan jiwa, terpaksa saya harus tinggal di Singapura,"
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos, sedianya hadir sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Namun, karena masih berada di Singapura, Paulus terpaksa memberikan keterangan melalui telekonferensi.
Keberadaan Paulus di luar negeri bukan tanpa alasan. Persoalan dalam proyek pengadaan e-KTP ternyata menimbulkan konflik dan membuatnya harus melarikan diri ke luar negeri.
"Saya minta maaf harus pakai telekonferensi ini, tapi ini menyangkut keselamatan jiwa, terpaksa saya harus tinggal di Singapura," kata Paulus kepada majelis hakim.
Paulus merupakan pimpinan sekaligus pemilik PT Sandipala Arthaputra. Perusahaan tersebut menjadi salah satu anggota Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), yang dimenangkan dalam lelang proyek pengadaan e-KTP.
Dalam proyek e-KTP, PT Sandipala diberi tugas untuk mencetak blanko, melakukan personalisasi data dan mendistribusikan 103 juta keping e-KTP. Di awal proyek, Paulus lebih dulu memesan chip yang akan digunakan untuk proyek e-KTP.
Paulus memesan 172 juta kartu chip yang akan digunakan untuk memenuhi target pencetakan. Namun, setelah chip tersedia, ternyata chip tersebut tidak sesuai dengan e-KTP.
Paulus kemudian menolak membayar seluruh chip yang telah ia pesan sejak awal. Oleh pihak penyedia, Paulus kemudian dilaporkan ke pihak Kepolisian atas dugaan penipuan.
Tidak hanya itu, Paulus mendapat teror secara fisik atas persoalan tersebut. Setelah mendapat serangkaian serangan, sejak Maret 2012, Paulus dan keluarganya tinggal di Singapura.
"Rumah saya diserang, perusahaan saya juga diserang, dan saya dituduh melakukan penipuan," kata Paulus.